Jakarta - Republik Indonesia bersama dengan Afrika sepakat untuk meningkatkan hilirisasi pertambangan bernilai tambah untuk komoditas yang bernilai ekonomi tinggi pada workshop yang berlangsung di sela-sela Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 di Nusa Dua, Bali
Direktur Pasifik dan Oseania Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Adi Dzulfuat saat membuka pertemuan mengungkapkan jika tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah bagaimana menekan seminimal mungkin dampak negatif pertambangan terhadap lingkungan.
"Serta optimalisasi nilai dari pertambangan itu sendiri," kata Adi melalui pernyataan resmi Kemlu yang diterima di Jakarta, Rabu.
Adi menegaskan bahwa transformasi pertambangan berkelanjutan penting dilakukan namun harus memperhatikan penguatan perlindungan terhadap lingkungan dan kebermanfaatan yang lebih besar bagi masyarakat lokal.
Senada, Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi RI, Adriani Kusumawardani yang turut hadir pada workshop itu mengatakan negara-negara Afrika juga dapat menerapkan prinsip hilirisasi pertambangan bernilai tambah seperti Indonesia.
"Proses hilirisasi tambang bernilai tambah untukcriticalmineral sangat menguntungkan Indonesia, dan ini sangat bisa diterapkan di negara-negara Afrika yang berlimpah tambangnya," jelas Adriani.
Acara yang digelar oleh pemerintah Indonesia bersama asosiasi di sektor pertambangan itu turut mengulas berbagai isu-isu pertambangan yang ada di Indonesia dan Afrika pada sesi diskusi.
Kolaborasi multi-stakeholder yang efektif di sektor pertambangan serta strategi pertambangan berkelanjutan dan bertanggung-jawab berdasarkan prinsip ESG (Environment, Social, Governance) juga menjadi poin diskusi.
Sebagai tindak lanjut, stakeholders Indonesia yang hadir dalam workshop yang dihadiri stakeholder dari pertambangan Indonesia dan negara-negara Afrika seperti Kenya, Mozambik, Zimbabwe, Tanzania, berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama dengan mitra-mitra negara Afrika.
Level kerja sama yang disepakati juga beragam, baik secara antar pemerintah (G2G), pemerintah dengan bisnis (G2B), maupun bisnis dengan bisnis (B2B).
Selain itu juga tercapai pemahaman bersama mengenai insentif, regulasi, dan relaksasi yang disiapkan oleh pemerintah untuk menarik investor termasuk pembahasan mengenai praktik pertambangan berkelanjutan dengan mengedepankan aspek sosial, ekonomi, dan pengelolaan yang transparan.