Sinergi dan koordinasi kuat antarlembaga di KSSK menjadi kunci dalam menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus memacu pemulihan ekonomi nasional.

JAKARTA - Stabilitas sistem keuangan pada triwulan I-2021 dipastikan dalam kondisi normal. Meski demikian, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berkomitmen untuk menjaga stabilitas tersebut dan momentum pemulihan ekonomi. KSSK terdiri dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Ketua KSSK sekaligus Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan sinergi dan koordinasi kuat antarlembaga menjadi kunci dalam menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus memacu pemulihan ekonomi nasional. "Berbagai langkah kebijakan yang terkoordinasi dengan baik diharapkan dapat efektif menjaga stabilitas sistem keuangan," ucapnya dalam konferensi pers virtualnya di Jakarta, Senin (3/5).

Selain itu, lanjut mantan petinggi World Bank itu, koordinasi kuat dalam monitoring dan evaluasi terhadap implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK yang telah luncurkan pada awal Februari 2021 akan terus dilakukan. Hal itu untuk menjamin efektivitas dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Dijelaskan Sri, arah pemulihan ekonomi domestik terlihat sejalan dengan penurunan kasus Covid-19 yang didukung oleh perkembangan program vaksinasi. Hingga Maret 2021, sejumlah indikator dini ekonomi menunjukkan arah perbaikan.

Data PMI yang telah berada pada zona ekspansi terus melanjutkan tren penguatan, sementara kinerja ekspor terus membaik, inflasi terkendali pada level yang relatif rendah, sedangkan cadangan devisa mencapai 137,1 miliar dollar AS atau setara dengan 10,1 bulan impor. Progres vaksinasi juga berjalan cukup baik, dengan jumlah dosis vaksin yang diberikan mencapai 20 juta per 30 April 2021.

Momentum penguatan kinerja ekonomi domestik terutama ditopang oleh berlanjutnya kebijakan fiskal countercyclical dalam APBN 2021. Defisit APBN 2021 direncanakan pada level 5,70 persen PDB.

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berlanjut di tahun 2021 dengan anggaran yang lebih besar mencapai 699,43 triliun rupiah dan penyempurnaan desain implementasi sejumlah program agar berjalan lebih cepat dan efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi.

Pada kesempatan sama, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan tetap mempertahankan bauran kebijakan yang akomodatif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

"Dari sisi kebijakan moneter, BI mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) di level 3,50 persen," ungkap Perry.

BI juga terus melakukan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar.

Selain itu, BI mempertahankan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0 persen, rasio Penyangga Likuiditas-Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, serta rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.

Dorong Peningkatan

Sementara itu, kinerja manufaktur Indonesia kembali meningkat pada April 2021. IHS Markit mencatat, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan April 2021 sebesar 54,6 atau naik dari 53,2 pada bulan Maret 2021.

Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengatakan, kinerja manufaktur yang meningkat ini memang tak lepas dari momentum adanya bulan Ramadan.

"Momentum ini mendorong meningkatnya permintaan barang dan jasa dari dalam negeri. Terlihat dari inflasi yang mengalami peningkatan," ujar Yusuf.

Yusuf lalu optimistis, kinerja manufaktur ke depan masih akan berdaya, ini seiring dengan prospek pemulihan konsumsi rumah tangga yang diproyeksikan akan mengalami perbaikan di sisa tiga kuartal ini.

Baca Juga: