NEW DELHI - Awal pekan ini, Menteri Energi India, RK Singh, menyatakan negaranya tengah mempertimbangkan untuk merealisasikan tender proyek pembangkit energi surya 100 gigawatt.

Mengonfirmasi laporan tersebut, PV Tech menambahkan bahwa tender itu berkaitan dengan pembangunan manufaktur panel surya.

Pada 2015, India menargetkan memiliki kapasitas energi surya hingga 100 gigawatt, sebagai bagian dari proyek energi terbarukan 175 gigawatt pada 2022.

Saat ini, kapasitas total energi surya terpasang India hanya 24,4 gigawatt. Namun menurut The Economic Times, meski pemanfaatan energi surya negara itu masih lebih kecil dibandingkan dengan AS, pertumbuhannya cukup cepat.

"Kapasitas tenaga surya skala utilitas tumbuh sebesar 72 persen dari tahun sebelumnya," ujar laporan The Economic Times.

Pakar kebijakan energi dari Columbia University Center, Johannes Urpelainen, mengatakan tender tersebut bukan ditujukan untuk membiayai satu pabrik besar, tetapi untuk banyak proyek kecil.

"Energi surya sangat populer di India. Murah, Perdana Menteri Modi berulang kali membicarakannya, dan orangorang terlihat telah menggunakannya di mana-mana.

Saya telah ke India selama enam tahun terakhir, pada 2012 matahari masih sangat langka, sekarang energi surya di mana-mana," kata Urpelainen pada Arstechnica.com, Senin (25/6).

Pengadaan energi baru terbarukan ini akan menjadi signifikan pengaruhnya untuk India.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan ketergantungan pada batu bara telah membuat kota-kota di India tercemar oleh kabut asap Singh mengatakan kebutuhan pada EBT di India cukup mendesak, apalagi 20 kota di India masuk daftar kotakota paling tercemar di dunia.

Selain menambah kapasitas, India juga dilaporkan telah membangun Sistem Transmisi Antar Negara (ISTS). Urpelainen menambahkan, meski terdengar ambisius, selama ekonomi India terus tumbuh proyek energi surya 100 gigawatt tersebut layak dilanjutkan.

"Biaya proyek 100 gigawatt saat ini bisa mencapai sekitar 100 miliar dollar AS, tapi harga energi terbarukan akan terus menurun.

Jika pemerintah bersikeras membuat manufaktur di dalam negeri, biayanya bisa lebih tinggi karena panel surya Tiongkok lebih murah," pungkasnya. SB/arstechnica/P-4

Baca Juga: