Kelompok HAM melaporkan bahwa India masih memasok senjata untuk tentara junta dan mereka meminta agar hal ini dihentikan karena akan menyebabkan konflik di Myanmar terus membara.

YANGON - Perusahaan-perusahaan di India telah memasok senjata ke junta Myanmar sementara Perdana Menteri India, Narendra Modi, menyatakan keprihatinan tentang krisis politik di Myanmar di panggung internasional. Hal itu disampaikan oleh pengamat yang menyoroti sifat strategi dua sisi India pada Senin (3/7).

Kelompok HAM Justice for Myanmar pada Juni lalu melaporkan bahwa produsen senjata India Bharat Electronics Limited telah mentransfer peralatan militer senilai lebih dari 5,1 juta dollar AS kepada tentara Myanmar atau pialang senjata Myanmar yang dikenal Alliance Engineering Consultancy dan Mega Hill General Trading selama periode enam bulan dari November 2022 hingga April 2023.

"Pengiriman senjata itu bagian dari pola dukungan India untuk militer Myanmar dan industri senjata dalam negerinya," ucap Justice for Myanmar seraya mendesak agar sekutu India menggunakan pengaruh mereka untuk menekan New Delhi agar menghentikan pasokan senjata kepada junta.

Penjualan senjata terjadi bahkan ketika PM Modi dan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengeluarkan pernyataan bersama setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada 22 Juni mengungkapkan keprihatinan tentang situasi HAM yang memburuk di Myanmar dan menyerukan pembebasan tahanan politik negara itu.

Menurut laporan PBB, sumber utama pemasok senjata ke junta di Myanmar selain dari India adalah dari Russia, Tiongkok dan Singapura.

Impor Alutsista

Laporan Justice for Myanmar datang setelah laporan yang dirilis pada Mei oleh Pelapor Khusus PBB untuk Urusan HAM di Myanmar, Tom Andrews, yang mengatakan bahwa junta telah mengimpor alutsista mulai dari persenjataan dan pendukungnya seperti sistem radar dan radio telekomunikasi senilai 1 miliar dollar AS antara Februari 2021 hingga Desember 2022.

Kelompok HAM tersebut pun mengatakan junta menggunakan senjata semacam itu terhadap rakyat Myanmar, termasuk untuk menyerang perlawanan bersenjata dan warga sipil yang menentang kekuasaannya.

Sebelum muncul laporan rincian penjualan senjata terbaru oleh Justice for Myanmar, kelompok itu mencatat bahwa produsen senjata milik negara India yaitu Yantra India Limited telah mengirimkan beberapa unit senjata howitzer ke junta pada Oktober 2022 dan pengiriman itu jelas-jelas telah melanggar hukum internasional.

"Pemerintah India sejauh ini mengabaikan seruan dari organisasi masyarakat sipil dan rakyat Myanmar, termasuk dari pemerintah bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), dan gagal mematuhi resolusi PBB dan tanggung jawabnya di bawah hukum internasional," kata juru bicara Justice For Myanmar, Yadana Maung.

Sementara itu menurut juru bicara NUG, Kyaw Zaw, India sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, justru diharapkan bisa menganut nilai-nilai demokrasi dan tidak menopang rezim yang menindas rakyatnya sendiri.

"Kami berharap India akan mencoba memahami keinginan rakyat Myanmar dan membantu mereka memenuhi keinginan itu," kata Zaw. "Jika India terus mendukung junta, tidak akan ada penyelesaian konflik di Myanmar dan stabilitas kawasan akan terancam," tegas dia.RFA/I-1

Baca Juga: