Pelaksanaan program MBG ini seharusnya dilakukan dengan mendayagunakan potensi lokal lantaran, selama ini tingkat impor sudah sangat memprihatinkan.

JAKARTA - DPR RI menolak rencana pemerintah mengimpor satu juta ekor sapi perah untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan diusung Presiden terpilih, Prabowo Subianto. DPR meminta agar menggunakan sumber pangan lokal.

Anggota DPR RI Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I Pulau Sumbawa, Johan Rosihan, menilai rencana impor tersebut justru memberatkan neraca perdagangan pangan. Hal itu berakibat terhadap ketergantungan impor pangan secara meluas.

"Saya menilai program MBG ini patut didukung karena dapat meningkatkan kualitas kesehatan siswa kita secara nasional. Semoga program ini memberikan nutrisi yang baik yang dapat meningkatkan kualitas dari para siswa di semua sekolah. Namun, pelaksanaan program ini jangan sampai malah menimbulkan masalah baru seperti terus menambah jumlah impor pangan padahal masih banyak alternatif lain selain memperluas impor," ujar Johan di Jakarta, Kamis (10/10).

Dia mengungkapkan pelaksanaan program MBG ini seharusnya dapat dilakukan dengan mendayagunakan potensi lokal. Sebab, selama ini tingkat impor sudah sangat memprihatinkan.

"Coba bayangkan selama ini kebutuhan daging sapi dan kerbau sebanyak 54 persen berasal dari impor apalagi susu yang 80 persen berasal dari impor," ujarnya.

Dia pun menyoroti agar program MBG ini dilaksanakan sebagai bentuk intervensi untuk meningkatkan status gizi para siswa dengan menu makanannya dari potensi lokal, termasuk sayuran, ikan, dan telur.

Politisi Fraksi PKS itu mengungkapkan lebih baik pemerintah mengidentifikasi potensi lokal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari pelaksanaan program MBG ini. Ketua DPP PKS itu mengungkap beberapa pertimbangan yang harus dihitung oleh pemerintah untuk kesuksesan program Makan Bergizi Gratis ini.

"Agar program ini berhasil diperlukan anggaran yang memadai, manajemen logistik yang bagus, strategi kolaboratif dan teknologi yang inovatif, maka diperlukan penguatan pendidikan gizi pada semua kalangan masyarakat. Jadi, bukan dengan terus memperluas impor yang hanya menguntungkan segelintir pihak, namun mencederai kedaulatan pangan nasional," ujarnya.

Alasan lain, menurut Johan, penggunaan bahan pangan sebagai kearifan lokal lebih mudah diterima oleh masyarakat sekolah dan memiliki kesinambungan yang tinggi. Jadi, pada program ini pemerintah dapat memberi perhatian pada pendayagunaan bahan pangan lokal yang potensial dan sebagai bentuk pemantapan ketahanan pangan nasional.

Genjot Produksi

Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda, mengatakan impor sapi perah dimaksudkan untuk menggenjot produksi susu dan menambah pasokan daging. Impor sapi ini tidak serta merta akan habis begitu saja.

"Sapi impor itu akan dikembangkan di Indonesia hingga dapat memproduksi susu dan menambah kebutuhan daging," ujarnya.

Dengan impor sapi perah, lanjutnya, maka ditargetkan produksi susu bertambah setiap tahunnya. Dia menyebut kebutuhan susu nasional untuk regular dan MBG pada 2029 diproyeksi mencapai 8,5 juta ton.

Dari jumlah tersebut, kebutuhan susu untuk Program MBG pada 2029 diperkirakan membutuhkan sekitar 3,6 juta ton susu segar. "Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kementerian Pertanian merencanakan impor sapi perah sebanyak satu juta ekor hingga 2029, yang akan dilaksanakan oleh pelaku usaha," ucapnya.

Baca Juga: