BANDUNG - Pemerintah akan menetapkan bea masuk untuk importasi produk garmen. Tujuannya untuk membendung serbuan produk garmen impor ke pasar dalam negeri sehingga memicu peningkatan angka penggangguran di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gati Wibawaningsih menegaskan pemerintah harus berbuat sesuatu untuk melindungi industri domestik. Khusus garmen, Kemenperin mendorong agar impornya ditutup untuk spesifik produk. Saat ini, impor terbanyak dari Tiongkok.

"Besok ada pleno. Intinya sudah disetujui harus dilindungi, gimana caranya melalui bea masuk, berapa usulannya kitakan maunya setinggi-tingginya tapikan ga bisa begitu, tapi ga saya bocorin dulu angkanya nanti direndahin, jadinya ga seru,"ucap Gati saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah sentra IKM Garmen di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/4).

Disebutkan Gati, nilai produk impor (garmen) pada Januari-Februari 2021 mencapai 1,12 milliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan capaian pada periode sama tahun lalu (yoy) sebesar 1,05 miliar dollar AS. Meskipun nilai kenaikannya sedikit, tetapi multiplier effect- nya besar lantaran banyak yang tidak kerja.

"Pengangguran jadi besar. Yang namanya barang impor untuk garmen ini memang sangat besar jadi sangat mengganggu," tandas Gati.

Inti Plasma

Selama pandemi, lanjut Gati industri garmen ini benar-benar terdampak. Bahkan saat ini, hanya 20 persen yang bertahan. Itupun cuma yang ekspor.

Tak ada lagi industri garmen dengan gedung yang besar seperti yang kerap dilihat. Sekarang banyak yang beralih ke model inti plasma supaya lebih efisien. Cara lama memakan banyak cost atau biaya.

"Dengan inti plasma mereka tidak perlu bangun gedung karena disebar ke rumah rumah, mereka ga perlu beli mesin yang banyak, tidak perlu bayar listrik yang mahal karena listriknya dibagi-bagi ke rumah rumah,"terang Gati.

Dengan pola inti plasma ini juga semakin banyak pekerja terserap dan jam kerjanya lebih fleksibel. Mereka juga tidak terikat aturan Kementerian Tenaga Kerja yang jika diberhentikan akan mendapat pesangon.

Menurut Gati, kendati industri garmen besar itu banyak yang beralih ke inti plasma tetapi pasarnya tetap ada.

Owner Meflanna-IKM Kerudung Produk Printing, Ivan Maulana mengakui produk impor memang mengganggu. Tetapi dirinya sangat optimistis dengan pasar produk garmen di dalam negeri.

"Bulan ketujuh ke delapan pandemi, permintaannya meningkat 100 persen. Kami optimistis untuk ke depannya," pungkas bekas pengusaha tambang itu.

Baca Juga: