JAKARTA - Importir gula (raw sugar) dinilai mendapatkan keuntungan triliunan rupiah dari kebijakan pembukaan keran impor untuk komoditas tersebut. Di tengah mereka meneguk hasil rente, para petani tebu dalam negeri justru terpinggirkan.

Ekonom Senior Faisal Basri dalam laman faisalbasri. com, pekan lalu, menyatakan merasa aneh ketika impor gula terus meningkat dari tahun ke tahun meskipun industri makanan dan minuman sebagai penggunanya mengalami penurunan.

Selama ini, Indonesia harus mengimpor jumlah besar gula mentah (raw sugar) untuk diolah menjadi gula industri di pabrik-pabrik gula rafinasi milik pengusaha besar.

"Impor gula melonjak dari 4,09 juta ton tahun 2019 menjadi 5,54 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah. Padahal, industri makanan dan minuman-sebagai pengguna gula terbanyak-pertumbuhannya anjlok dari 7,8 persen tahun 2019 menjadi hanya 1,6 persen tahun 2020. Tidak ada tanda-tanda pula terjadi lonjakan konsumsi gula rumah tangga," kata Faisal.

Dia mengakui, kalau produksi gula nasional memang turun, namun hanya 100 ribu ton, dari 2,23 juta ton pada 2019 menjadi 2,13 juta ton pada 2020 atau jauh lebih kecil daripada kenaikan volume impor yang mencapai hingga 1,45 juta ton.

Berdasarkan laporan USDA, stok gula Indonesia pada September 2019 sebesar 2,30 juta ton, sedangkan pada September 2020 sebesar 1,95 juta ton.

Seolah Didiamkan

Sementara itu, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan persoalan rente impor gula sudah lama ada dan seolah didiamkan.

Jika merujuk pada pola- pola umum importasi dan perburuan rente kasus gula ini unik, walaupun pada prinsipnya sama dan tentu saja korbannya tetap sama petani terutama petani tebu.

"Seperti halnya petani komoditas lain, produksi dalam negeri dipandang kurang dan impor sebagai pilihan untuk memenuhinya. Alih-alih melakukan upaya peningkatan produksi secara terukur sambil menurunkan impor, cara pintas selalu saja di pakai," kata Said.

Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan pemerintah perlu memperbaiki tata kelola perdagangan gula agar lebih menguntungkan petani, bukan para importir.

"Perlu ada kebijakan yang lebih berpihak bagi petani tebu. Terutama soal impor, apalagi kalau bersamaan dengan masa panen sangat berbahaya karena akan merugikan petani, sehingga mereka mempersoalkan karena harga tebu akan turun," kata Zainal.

Pemerintah, jelasnya, bisa mencontoh di Thailand, dari rendemen dan lainnya semua penuh kepastian sehingga petani tinggal fokus menanam, jangan malah petani lokal yang jadi titik terlemah dan digunakan sebagai dalih untuk melakukan impor.

"Impor tidak memberikan value added untuk industri kita hanya menambah beban devisa negara," katanya.

n ers/SB/E-9

Baca Juga: