Sekarang baru terasa kalau kebiasaan impor itu kebiasaan yang salah. Harusnya, hal ini sudah dipikirkan jauh-jauh hari

Selalu saja ada hikmah di balik musibah. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) benar-benar menyadarkan kita akan arti penting kemandirian pangan.

Food and Agricultural Organization (FAO, organisasi pangan dan pertanian di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa), pada Maret lalu, mengingatkan krisis pangan dunia akibat pandemi Covid-19 bakal terjadi. Sejumlah negara produsen pangan sudah mulai mengurangi ekspor guna kepentingan dalam negeri. Ini bisa menyebabkan negara-negara penghasil pangan berpotensi tidak lagi bersedia menjual produksi pangannya sehingga akan menyebabkan kesulitan pangan bagi negara pengimpor pangan, termasuk Indonesia.

Perusahaan dan organisasi swasta telah menyerukan tindakan segera untuk mengatasi bencana makanan yang makin di depan mata. Pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan lembaga internasional perlu mengambil tindakan segera dan terkoordinasi untuk mencegah pandemi Covid-19 berubah menjadi krisis pangan dan kemanusiaan global.

Lockdown yang dilakukan beberapa negara akan berimplikasi pada lebih cepatnya krisis pangan terjadi. Lockdown menjadikan rantai pasokan (supply chain) pangan akan terhenti. Produksi juga macet karena supply chain macet, berarti produksi dunia juga macet.

Dana Moneter Internasional (International Monetary fund, IMF) memprediksi ekonomi global tahun ini akan berkontraksi dan tumbuh minus 3 persen akibat tekanan pandemi virus korona. Prediksi ini disebut sebagai kemerosotan ekonomi terburuk sejak The Great Depression (Depresi Besar) yang melanda dunia pada 1929 dan krisis finansial global 2008-2009.

Mengantisipasi terjadinya krisis pangan global akibat pandemi Covid-19. Presiden Republik Indonesia, Joko widodo, khawatir sekali. Presiden meminta jajaran pemerintah pusat dan daerah harus selalu siaga untuk menjaga ketersediaan bahan-bahan pangan pokok, membuat perkiraan ke depan sehingga bisa memastikan tidak terjadi kelangkaan bahan pokok dan harga masih terjangkau.

Selain itu, pemerintah juga telah mengambil langkah strategis, yaitu memulai pembangunan Lumbung Pangan Nasional (LPN) seluas 165 ribu hektare di dua kabupaten di Kalimantan Tengah, Kabupaten Kapuas, dan Kabupaten Pulang Pisau.

Kenyataannya, meski krisis pangan belum benar-benar nyata terjadi, tapi kelangkaan beberapa komoditas mulai tampak. Beberapa provinsi mulai defisit kebutuhan pokok. Stok beras terjadi defisit di tujuh provinsi, jagung defisit di 11 provinsi, cabai defisit di 23 provinsi, cabai rawit di 19 provinsi, bawang merah di satu provinsi, telur ayam di 22 provinsi, gula pasir di 30 provinsi,dan bawang putih di 31 provinsi.

Jokowi minta jajarannya memastikan distribusi berjalan baik sehingga daerah yang mengalami defisit kebutuhan pokok dapat disuplai melalui distribusi dari daerah yang surplus. Caranya, transportasi distribusi pangan antarprovinsi, antarwilayah, dan antarpulau tidak boleh diganggu.

Sebenarnya, kekhawatiran pemerintah akan terjadinya krisis pangan glogal yang juga mengancam Indonesia ini sudah terlambat. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan pemerintah selama ini yang selalu menggantungkan impor untuk masalah pangan.

Tidak hanya impor pangan, segala bentuk impor pun harus mulai dikurangi. Jangan lagi bergantung kepada impor. Industri dalam negeri juga harus mulai meningkatkan kandungan lokal. Kandungan lokal yang tinggi akan menurunkan biaya produksi yang ujungnya akan membuat produk nasional kita berdaya saing tinggi, mampu bersaing dengan produk-produk negara lain.

Saking gandrungnya impor, sejumlah komoditas yang bisa diproduksi di dalam negeri pun diimpor, seperti jagung, gula pasir, beras, dan tepung singkong. Bahkan untuk gandum, Indonesia sekarang menjadi importir nomor dua terbesar di dunia.

Sekarang baru terasa kalau kebiasaan impor itu kebiasaan yang salah. Harusnya, hal ini sudah dipikirkan jauh-jauh hari. Okelah hal ini sudah terjadi, tetapi ke depan, pemerintah harus benar-benar bertobat untuk tidak gampang impor kebutuhasn pokok pangan, apalagi kebutuhan pokok yang bisa dihasilkan di Indonesia. ν

Baca Juga: