Pemerintah jangan mengganggu psikologis pasar dengan mengumbar-umbar rencana impor.

JAKARTA - Rencana impor beras sebanyak lima juta ton pada 2024 bakal mengganggu psikologis pasar, termasuk jatuhnya harga panen petani. Pemerintah dinilai tak mampu menjaga psikologis pasar dan merusak semangat petani untuk bertanam.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan Indonesia berpotensi impor beras sebesar lima juta ton pada 2024. Komisi IV DPR RI menyoroti tajam soal kebijakan tersebut sekaligus mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap nasib petani.

Alasan impor beras akibat El Nino juga dinilai tidak memiliki argumentasi kuat. Pasalnya, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia kerap mengimpor beras sepanjang 2014-2023. Terbesar, pemerintah Indonesia memutuskan impor beras sebesar 3,06 juta ton pada 2023.

Anggota Komisi IV DPR, Slamet, menegaskan rencana impor beras bukan merupakan langkah antisipatif. Dibandingkan mengusahakan kesejahteraan, pemerintah malah akan makin menjerumuskan para petani dalam jurang kemiskinan.

Dibandingkan impor beras, dirinya mendorong pemerintah segera berbenah diri, termasuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem logistik nasional.

"Ini memprihatinkan. Impor ini bukan semata-mata karena El Nino. Pemerintah di sini harus transparan dan sepatutnya mengevaluasi," ungkap Slamet dikutip dari laman resmi DPR RI, Rabu (31/1).

Lebih lanjut, dia mengingatkan tulang punggung kedaulatan pangan Indonesia para petani. Dia menegaskan ketika musim panen seharusnya pemerintah menyerap hasil panen, bukan malah mengutamakan impor. "Jika dibiarkan, harga gabah yang dihasilkan para petani akan konsisten anjlok akibat impor beras," tegasnya.

Turut menegaskan, anggota Komisi IV DPR, Riezky Aprilia, berulang kali juga mengingatkan pemerintah melalui Kementan untuk memperbaiki data beras stok nasional. Baginya, data ini vital untuk mengukur kebutuhan dan kekuatan pasokan beras yang diperoleh.

Tanpa usaha perbaikan ini, menurutnya, pemerintah abai soal kedaulatan pangan. Karena itu, dia konsisten mendorong upaya perbaikan data stok beras nasional.

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, menyayangkan keputusan impor beras oleh pemerintah. Mestinya, kata dia, pemerintah saat ini jangan mengganggu psikologis pasar dengan mengumbar-umbar rencana impor.

"Kami menolak impor beras karena dengan adanya rencana impor ini pasti akan menekan harga ditingkat petani bahkan baru sebatas rencana saja, belum realisasi, sudah bisa menekan harga ditingkat petani. Dalam pandangan kami, dengan optimalisasi penyerapan hasil panen petani, pemerintah akan punya kemampuan utk melakukan stabilisasi harga," tegas Qomar.

Tantangan Kompleks

Sebagai informasi, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyatakan Indonesia berpotensi impor beras hingga lima juta ton pada 2024. Rencana ini muncul lantaran adanya tantangan pertanian yang semakin kompleks dan potensi krisis pangan dunia.

Meningkatnya permintaan akan pangan pascapandemi Covid-19, menyebabkan harga pangan semakin mahal yang dapat mendorong terjadinya darurat pangan global. Hal ini juga dapat berpotensi mengancam stabilitas sosial ekonomi dan politik Indonesia.

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengatakan rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak lima juta ton pada tahun ini masih bersifat antisipatif. Nantinya, pemerintah akan melihat hasil panen tahun ini sebelum melakukan impor.

"Apabila hasil panen tidak bagus maka impor dilakukan," ujarnya.

Baca Juga: