Bapanas terkesan mengambil jalan pintas dengan terus mengandalkan impor pangan untuk mengatasi permasalahan pangan di Indonesia.

JAKARTA - Sejumlah kalangan menolak keputusan Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengimpor beras dua juta ton tahun ini. Langkah tersebut membuat harga beras di tingkat petani jatuh.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan petani berharap kebutuhan beras dapat dipenuhi sendiri, tanpa harus impor. Dirinya tak setuju dengan pernyataan kepala Bapanas bahwa impor tak membuat harga di tingkat petani jatuh.

Karena itu, SPI dengan keras menolak keputusan Bapanas mengimpor beras dua juta ton tahun ini yang mana tahap pertama sebanyak 500 ribu ton.

"Kondisi harga yang sekarang saja sebenarnya masih belum menguntungkan petani. Apalagi kalau terus turun lagi karena impor," tegas Qomar pada Koran Jakarta, Selasa (4/4).

Menurut dia, Bulog yang mendapat penugasan sebenarnya bisa menjalankan perannya untuk menyerap dan memperkuat cadangan beras pemerintah. Karena itu, untuk mengoptimalkan penyerapan harus ada penyesuaian harga.

Secara umum, laporan dari temen-teman memang ada penurunan harga meskipun masih di atas 5.000 rupiah, harga yang ditetapkan Bapanas.

Dia juga melihat kebijakan impor pangan ini tidak berada di momen tepat karena saat ini di beberapa wilayah Indonesia tengah panen raya. Meskipun ditujukan sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) dan untuk program bantuan sosial, namun pengumuman impor beras dalam waktu dekat ini pasti berpengaruh, baik itu secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani.

Bapanas terkesan mengambil jalan pintas dengan terus mengandalkan impor pangan untuk mengatasi permasalahan pangan di Indonesia. Hal ini pada prinsipnya semakin menjauhkan pemerintah pada prinsip kedaulatan pangan.

Sebelumnya, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan impor beras dilakukan secara terukur dan tidak menjatuhkan harga di tingkat petani.

"Jadi, kami sampaikan bahwa ini importasi yang terukur. Tidak membabi buta untuk menjatuhkan juga," kata Kepala Bapanas Arief saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (3/4).

Sikap DPR

Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka, mengatakan saat ini neraca komoditas beras masih surplus. Menurutnya, alasan impor beras karena Bulog tidak dapat membeli beras di Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tidak dapat diterima.

"Setelah hadir Badan Pangan (di) 2022, kebijakan pertamanya adalah impor. Ini sangat mengecewakan sekali. Kok kebijakan pertamanya impor? Sedangkan filosofi pembentukannya lain (yaitu) bagaimana kepentingan petani difasilitasi dengan baik. Yang selama ini (terjadi) antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian kan beda paham. Oleh karena itu, hadirlah Badan Pangan Nasional, tapi yang mengecewakan di saat neraca beras kita surplus empat juta ton, Anda melakukan impor," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV dengan Badan Pangan Nasional, Perum Bulog, PT Pupuk Indonesia dan ID Food di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (3/4).

Kebijakan impor beras ini, menurutnya, juga tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa impor itu didasarkan dengan neraca pangan.

"Kalau neracanya surplus kenapa impor? Aturan dari mana? sekarang ini neraca kita surplus, kecuali garam, bawang ya oke silakan (impor), kedelai silakan (impor). Ya kan memang defisit kita punya neraca. Tapi kalau hanya CBP yang tidak bisa dibeli oleh Bulog saja kita impor karena harga HPP penetapan CBP yang rendah itu menjadi alasan impor, saya tidak terima. Bukan itu yang menjadi aturan Peraturan Presiden Nomor 32. Saya tidak menerima impor 2023 untuk memenuhi CBP di tengah panen raya ini ada," tandas dia.

Baca Juga: