JAKARTA - Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara kunci pada Outlook Industri 2018 di Jakarta, Senin (11/12) mengatakan pemerintah akan segera mengenakan tarif bea masuk impor barangbarang tak berwujud (intangible goods) mulai pada 2018 mendatang.

Pengenaan bea masuk tersebut jelas Darmin seiring dengan berakhirnya perjanjian moratorium dengan organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) yang diteken Indonesia sebelumnya. "Begitu Januari, itu boleh, nggak perlu lobi dulu, itu akan berlaku sebagaimana itu berlaku," kata Darmin.

Sebagai informasi, WTO melakukan moratorium terhadap larangan bagi negara berkembang mengenakan bea masuk atas barang tak berwujud yang diperdagangkan secara elektronik. Moratorium tersebut jelas Darmin akan berakhir pada 31 Desember 2017. Moratorium WTO pertama kali dicanangkan pada 20 Mei 1998 dalam Second Ministerial Conference di Jenewa, Swiss.

Konferensi tersebut kembali dijadwalkan berlangsung pada 10-13 Desember 2017 di Argentina. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan bea masuk untuk barang tak berwujud diharapkan bisa dilakukan pada tahun depan seperti buku elektronik (e-book), software, dan barang lainnya yang tak memiliki wujud.

Kemenkeu masih terus mengkaji rencana pengenaan bea masuk terhadap barang tak berwujud tersebut, salah satunya terkait tata kelola pengenaan pungutan terhadap intangible goods yang hingga kini belum ditetapkan oleh World Customs Organisation (WCO) dan juga mendeteksi transaksinya.

Di tengah makin berkembangnya perdagangan elektronik (e - commerce), pengenaan bea masuk terhadap intangible goods berpotensi menjadi penerimaan negara. Pada tahun ini, negara-negara maju bersama Indonesia mengajukan permintaan kepada WTO agar pada 2018, bea masuk terhadap barang tak berwujud bisa dikenakan.

Ancaman Proteksionisme

Pada kesempatan lain, Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo di Buenos Aires, Argentina, Minggu (10/12) waktu setempat, memperingatkan ancaman proteksionisme tetap ada. Dia juga menegaskan perdagangan dan teknologi adalah solusi bagi pembangunan dunia.

Azevedo mengungkapkan perdebatan selama Konferensi ke-11 Tingkat Menteri WTO akan berkisar seputar pertanian, jasa-jasa, dan subsidi perikanan. Dia memperingatkan ancaman proteksionisme tetap ada, mengatakan dalam pandangan beberapa orang, perdagangan diperlakukan sebagai faktor yang mengganggu pasar tenaga kerja, dan teknologi dipandang sebagai penyebab utama gangguan ini.

"Tapi kita tidak bisa berpaling dari teknologi atau perdagangan, karena ini adalah solusi dan bukan masalah," tegasnya.

bud/Ant/E-10

Baca Juga: