JAKARTA - Pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang khawatir Indonesia berisiko dilanda krisis pangan di paruh kedua tahun ini karena berkurangnya pasokan pangan dinilai sebagai narasi untuk memperkuat kebijakan impor pangan.

Dengan membangun persepsi seolah-olah ada ancaman yang bisa menimbulkan kepanikan maka masyarakat akan maklum kalau pemerintah pada akhirnya terus mengimpor bahan makanan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Setelah publik bisa menerima pertimbangan pemerintah mengimpor pangan, otomatis upaya untuk membangun dan meningkatkan produktivitas pangan lokal kembali terabaikan karena makin diperkuat dengan situasi yang kurang mendukung karena El Nino.

Padahal impor pangan saat ini sangat membebani devisa negara karena harga komoditas global sudah terlanjur melonjak sebab beberapa negara produsen seperti India sudah melarang ekspor beras dan hasil panen gandum di Ukraina tidak bisa dikirim karena diadang oleh Russia.

Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan jika impor benar-benar dilakukan maka pemerintah kembali lagi membuat kebijakan yang sifatnya temporer tidak bersifat jangka panjang.

Pemerintah, jelas Esther, seharusnya memacu petani agar bisa meningkatkan produktivitas pangan melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi.

Peran pemerintah, katanya, seharusnya mengeluarkan kebijakan (peraturan) yang memfasilitasi kebutuhan petani, melindungi petani dengan tarif masuk agar barang impor tidak kompetitif. "Selain itu, memberi subsidi untuk pengadaan sarana dan prasarana pertanian agar petani bisa mengaksesnya lebih mudah," kata Esther.

Sementara swasta berperan membina kelompok petani dengan mengajari mereka cara bercocok tanam yang baik lewat sekolah lapang, memberikan pinjaman modal jika diperlukan di mana penyalurannya bisa lewat koperasi yang dibuat kelompok petani. "Swasta bisa membantu sarana dan prasaran serta menampung hasil panennya," katanya.

Sedangkan peran Lembaga Swadaya Masyarakat yakni mengadakan pelatihan petani (sekolah lapang) yang biasa didanai dari donor dan memberi bimbingan teknis ke petani agar produksinya meningkat.

Untuk perguruan tinggi sendiri mereka bisa melakukan riset dan menemukan bibit unggul dan teknologi pertanian agar produksi petani meningkat. Civitas akademik, tambahnya, juga bisa mengajak petani lebih produktif melalui berbagai program seperti kuliah kerja nyata (KKN) yang di dalamnya bisa menginisiasi kerja sama antar-stakeholder untuk membina kelompok petani.

Ketidakpastian Komoditas

Sebelumnya, Menkeu mengatakan turunnya stok pangan akan berdampak terhadap naiknya harga komoditas dan angka inflasi. "Ini berarti pada paruh kedua tahun ini kita akan sangat dipengaruhi ketidakpastian dari komoditas, hampir mirip seperti 2022, ditambah dengan nanti El Nino. Ini jadi sesuatu yang harus kita waspadai pada paruh kedua 2023 ini," kata Menkeu.

Baca Juga: