» Saat ini menurut IMF dunia akan mendapat lebih banyak kejutan yang akan datang.

» Kerja sama multilateral bantu negara berkembang mendapat penundaan pembayaran utang.

JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan ekonomi dunia saat ini benar-benar mengalami guncangan yang datang dari berbagai sisi dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, mengatakan guncangan ekonomi yang dampaknya dirasakan saat ini berasal dari pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi dunia terhenti dan mendorong ke dalam resesi. Dampak tersebut juga memicu respons kebijakan yang belum terjadi sebelumnya.

Georgieva dalam seminar bertajuk Macroeconomic Policy Mix for Stability and Economic Recovery, di Bali, pekan lalu, mengatakan pandemi belum usai, tetapi dunia kini dihadapkan dengan tensi geopolitik Russia-Ukraina, yang menciptakan guncangan selanjutnya.

Tensi geopolitik tersebut berimbas terhadap melonjaknya harga-harga komoditas dunia, dan mempercepat laju inflasi, hingga mendorong bank sentral harus mengambil langkah yang cepat untuk mengendalikannya dengan melakukan normalisasi kebijakan moneter.

Di tengah tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral yang tajam, lagi-lagi menimbulkan tantangan tersendiri bagi negara berkembang yang memiliki tingkat utang dalam mata uang dollar karena mereka kesulitan untuk membayar.

"Mereka terimbas pengetatan kondisi keuangan melalui kenaikan suku bunga, tapi di sisi lain, mereka juga terkena apresiasi dollar yang sangat cepat, mempengaruhi perekonomian dunia. Jadi, ini adalah situasi yang sangat berbeda," kata Georgieva.

"Hari ini adalah waktu yang jauh lebih sulit bagi para pembuat kebijakan. Karena kebijakan moneter harus diperketat, tapi kebijakan fiskal harus menyanggah untuk kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha. Mereka itu yang terkena dampak pengetatan kebijakan moneter ini," katanya.

Respons kebijakan yang tepat, kata Georgieva, adalah sinkronisasi akomodasi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dua kebijakan itu harus dalam arah yang sama dalam memitigasi dampak dari guncangan yang terjadi.

Dengan kata lain, kebijakan moneter dan fiskal masih harus berjalan beriringan, namun saling bertentangan satu sama lain. Artinya, jika kebijakan fiskal tidak dikalibrasi dengan tepat, tidak akan memberikan dukungan yang tepat sasaran.

Begitu pula jika tidak berlabuh dalam kerangka berkelanjutan jangka menengah, dan tanpa diikuti kebijakan moneter yang tepat, hasilnya akan menciptakan lebih banyak tekanan untuk pengetatan kebijakan keuangan.

Menurut Georgieva, kebijakan makroprudensial adalah aspek fundamental yang hanya dapat diatasi dengan reformasi struktural dengan bauran kebijakan atau policy mix yang tepat.

"Kami menyarankan kepada pengambil kebijakan, untuk bagaimana menerapkan kebijakan moneter yang fleksibilitas terhadap nilai tukar. Bersama-sama diperlukan manajemen yang tepat dalam mengatur capital flow," jelas Georgieva.

Selama dua tahun, dunia menghadapi dua guncangan sekaligus. Ditambah juga adanya risiko krisis dari perubahan iklim.

"Kita akan lebih memiliki lebih banyak kejutan. Saya tidak tahu kapan. Saya tidak tahu caranya. Saya hanya tahu mereka akan ada di sana (krisis karena perubahan iklim). Jadi, kita harus memikirkan policy mix yang tepat," katanya.

Tunda Bayar Utang

Menanggapi pernyataan IMF itu, pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan solusi menghadapai tantangan ketidakpastian ekonomi saat ini adalah mempererat kerja sama multilateral untuk membuka peluang menunda pembayaran bunga utang, dan cicilan utang atau memperpanjang tenor utang.

Selain itu, perlu memperkuat fundamental perekonomian nasional dengan membuka peluang investasi asing lebih banyak di berbagai sektor. "Terutama investasi strategis untuk hilirisasi industri di sektor perkebunan, perikanan, minerba, kehutanan, kelautan, minyak dan gas," katanya.

Melalui investasi, dia berharap akan ada capital inflow dalam bentuk valuta asing khususnya dollar AS sehingga nilai rupiah akan terapresiasi terhadap dollar AS. Melalui investasi juga bisa menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran. Hal yang tidak kalah penting adalah memperkuat ekspor terutama produk-produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi agar penerimaan devisa meningkat.

Baca Juga: