JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) bakal merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2021 dari perkiraan mereka sebelumnya 4,8 persen menjadi 5,5 persen. Revisi naik tersebut seiring dengan kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menggelontorkan stimulus fiskal senilai 1,9 triliun dollar AS.

Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF, Geoffrey Okamoto, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (21/3), mengatakan tanda-tanda pemulihan ekonomi global lebih kuat, meskipun risiko besar masih menghantui, termasuk mutasi virus korona.

Dalam pidatonya di China Development Forum, Okamoto juga menyuarakan keprihatinannya dengan perbedaan pemulihan ekonomi antara negara berkembang dan maju. Apalagi, setidaknya 90 juta orang jatuh ke ambang kemiskinan ekstrem selama pandemi berlangsung. "Prospek keseluruhan tetap sangat tidak pasti," kata Okamoto.

Hal itu karena akses masyarakat kepada vaksin sangat tidak merata, baik di negara maju maupun berkembang. Selain itu, beberapa negara memiliki sedikit ruang untuk mendorong belanja guna memerangi pandemi dan mengurangi dampaknya pada ekonomi, khususnya negara berpenghasilan rendah dengan tingkat utang tinggi.

Kondisi keuangan yang ketat tersebut dapat memperburuk kerentanan di negara-negara dengan utang publik dan swasta yang tinggi.

Menanggapi proyeksi IMF itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Rizal Edy Halim, mengatakan perkembangan ekonomi terbaru di AS menjadi katalisator optimisme ekonomi global.

"Dengan komitmen stimulus fiskal yang digelontorkan Presiden Joe Biden sebesar 1,9 triliun dollar AS dari sebelumnya 900 milliar dollar AS dianggap akan memberi ruang gerak yang cukup memadai," kata Rizal.

Stimulus fiskal tersebut didukung oleh kebijakan moneter di AS dengan suku bunga rendah dengan harapan lebih menggairahkan pembiayaan, sehingga optimisme ekonomi global bisa tumbuh lebih tinggi.

"Selain fiskal dan moneter, distribusi vaksin di AS juga menjadi bantalan dalam penanganan pandemi Covid-19. Kita berharap pertumbuhan ekonomi AS ikut mengerek pertumbuhan ekonomi dunia, meskipun saat ini Tiongkok belum sepenuhnya mendapatkan formula yang tepat untuk pemulihan," kata Rizal.

Mulai Melandai

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan langkah IMF merevisi sebagai konsekuensi logis dengan perkembangan saat ini.

"IMF dan beberapa negara merevisi naik karena angka-angka penyebaran Covid-19 mulai melandai seiring dengan vaksinasi dan upaya memutus penularan wabah itu. Ini adalah harapan baru bagi hampir semua negara di dunia," kata Bambang.

n ers/SB/E-9

Baca Juga: