WASHINGTON - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), Kristalina Georgieva mengatakan, perekonomian global telah terbukti sangat tangguh dalam menghadapi perang yang terus berlanjut di Gaza dan Ukraina, serta gangguan terhadap jalur perdagangan.

Namun, Georgieva pada hari Minggu (11/2) memperingatkan, konflik di Gaza dan "tsunami" perubahan pasar tenaga kerja yang didorong oleh risiko dari kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) merupakan ancaman terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi global.

Saat berpidato di Forum Fiskal Arab di Dubai, Georgieva, menyarankan peta jalan keluar dari ketidakpastian ekonomi di wilayah tersebut.

Dikutip dari The National News, forum tersebut merupakan bagian dari sesi pra-KTT yang diadakan menjelang KTT Pemerintah Dunia selama tiga hari, yang secara resmi dimulai pada hari Senin di Madinat Jumeirah.

Meskipun demikian, satu dekade pertumbuhan yang lambat akan terjadi seiring dengan upaya negara-negara untuk melakukan diversifikasi ekonomi dan memanfaatkan tren teknologi baru.

"Meskipun ketidakpastian masih tinggi, yang dipicu oleh perkembangan tragis konflik Gaza-Israel, kami lebih yakin terhadap prospek ekonomi global. Perekonomian global secara mengejutkan sangat tangguh dan dengan inflasi yang terus menurun, kita sedang menuju soft landing pada tahun 2024," katanya.

Proyeksi Pertumbuhan

Menurutnya, IMF memproyeksikan pertumbuhan tahun ini sebesar 3,1 persen, namun belum bisa mengumumkan sebelum waktunya.

"Prospek pertumbuhan menengah masih lemah, yaitu sekitar 3 persen dari tahun ke tahun dibandingkan dengan rata-rata historis sebesar 3,8 persen pada dekade sebelum pandemi," ujarnya.

"Prospek untuk meningkatkan pertumbuhan masih dibayangi oleh tingginya suku bunga dan, yang sangat penting, oleh kebutuhan untuk memulihkan keberlanjutan fiskal."

"Beralih ke prospek jangka pendek di Timur Tengah dan Afrika Utara, kami memperkirakan pertumbuhan PDB akan mencapai 2,9 persen tahun ini. Ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, namun di bawah proyeksi bulan Oktober kami," tuturnya.

Secara ekonomi, dampak konflik ini sangat buruk di Gaza di mana aktivitasnya turun 80 persen dari bulan Oktober hingga Desember dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, di Tepi Barat yang diduduki, aktivitas turun sebesar 22 persen.

Prospek perekonomian Palestina yang buruk semakin menurun karena konflik terus berlanjut dan hanya perdamaian dan solusi politik yang bertahan lama yang mungkin akan mengubah prospek ekonomi.

Baca Juga: