Ilmuwan berhasil membongkar rahasia masyarakat Mesir kuno dalam hal mengawetkan jasad orang mati menjadi apa yang kita kenal sebagai Mumi.

Masyarakat Mesir kuno telah membuat Mumi orang mati sebagai langkah mencari kehidupan abadi. Mumi diyakini diciptakan dengan linen dan mengoleskan campuran resin dan zat lain ke kulit.

Kini, studi yang diterbitkan pada jurnal Nature pada Rabu (1/2), berhasil mengungkap rahasia pembuatan Mumi oleh masyarakat Mesir kuno. Temuan ini didasarkan pada penemuan sebuah bengkel yang diyakini sebagai tempat 'pembuatan' Mumi yang langka beserta harta tembikar berusia sekitar 2.500 tahun.

Melansir The Associated Press, banyak guci dari situs tersebut masih bertuliskan instruksi seperti "mencuci" atau "untuk dipakai di kepalanya".

Dengan mencocokkan tulisan di bagian luar bejana dengan jejak bahan kimia di dalamnya, para peneliti mengungkap detail baru tentang "resep" yang membantu masyarakat Mesir kuno dalam mengawetkan tubuh manusia selama ribuan tahun.

Joann Fletcher, seorang arkeolog di University of York yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengungkap temuan 'bengkel' Mumi itu layaknya mesin waktu yang dapat membuat peneliti memahami proses pengawetan jasad manusia.

"Ini memungkinkan kami untuk tidak melihat dari balik bahu para pembalsem kuno [pembuat Mumi], mungkin sedekat yang pernah kami dapatkan," ujar letcher epada AP.

Resep-resep itu menunjukkan bahwa pembalsem memiliki pengetahuan mendalam tentang zat apa yang akan membantu mengawetkan jenazah dengan bahan-bahan dari belahan dunia lain. Hal ini sekaligus menunjukkan yang berarti orang Mesir berusaha keras untuk membuat Mumi mereka "sempurna mungkin".

Adapun 'bengkel' Mumi itu ditemukan di kawasan pemakaman Saqqara oleh Ramadan Hussein pada tahun 2016 selaku penulis studi.

Salima Ikram, seorang Egyptologist di The American University di Kairo yang tidak terlibat dalam penelitian menjelaskan di 'bengkel' itulah fase terakhir dari proses pengawetan Mumi berlangsung.

Setelah mengeringkan tubuh dengan garam, yang mungkin dilakukan di atas permukaan tanah, pembalsem akan membawa jasad yang hendak diawetkan ke dalam ruangan atau 'bengkel' tersebut.

"Ini adalah fase terakhir dari transformasi, di mana ritus rahasia, ritus keagamaan, dilakukan," kata Ikram.

"Orang-orang akan melantunkan mantra dan himne saat Anda dibungkus dan resin diurapi di seluruh tubuh Anda," sambungnya.

Para ahli sudah memiliki beberapa petunjuk tentang zat apa yang digunakan masyarakat Mesir kuno dalam langkah terakhir pembuatan Mumi.

Dalam studi baru, para ilmuwan menemukan bahwa beberapa guci berlabel "antiu" yang mengandung campuran zat yang berbeda, termasuk lemak hewani, minyak cedar, dan resin juniper.

Maxime Rageot, yang merupakan seorang arkeolog di Universitas Tubingen Jerman, menjelaskan "antiu" bersama zat lain yang ditemukan dalam guci memiliki sifat kunci yang akan membantu mengawetkan Mumi.

Beberapa zat tersebut berasal dari tempat yang sangat jauh, misalnya damar dan elemi yang merupakan sejenis resin yang berasal dari hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Hasil ini menunjukkan bahwa orang Mesir kuno akan berdagang jauh dan luas untuk mendapatkan bahan yang paling efektif.

"Sangat menarik untuk melihat kerumitannya," kata penulis senior Philipp Stockhammer, seorang arkeolog di Universitas Ludwig Maximilian di Jerman.

Ikram mengatakan langkah penting selanjutnya untuk penelitian ini adalah menguji berbagai bagian Mumi yang sebenarnya untuk melihat apakah zat yang sama muncul. Dan resep ini mungkin tidak universal. Artinya, mereka mungkin berubah seiring waktu dan bervariasi antar 'bengkel'.

Meski begitu, penelitian ini memberi dasar untuk memahami masa lalu, dan bisa mendekatkan kita dengan orang-orang yang hidup di masa lalu, katanya.

"Orang Mesir kuno telah terpisah dari kami melalui ruang dan waktu, namun kami masih memiliki hubungan di mana manusia sepanjang sejarah takut akan kematian," kata Ikram.

Baca Juga: