BERLIN - Para peneliti memiliki pemahaman lebih baik tentang bagaimana munculnya skizofrenia secara biologis akibat mutasi gen. Sebelumnya, para peneliti lebih terfokus pada apa yag disebut faktor lingkungan, seperti kekurangan nutrisi saat dalam kandungan atau apakah mereka mengonsumsi narkoba.

Stephan Ripke, peneliti di rumah sakit Charite di Berlin dan penulis laporan ilmiah yang dipublikasikan jurnal Nature, Rabu (6/4), mengatakan tim peneliti berhasil membuat temuan yang akan jadi acuan baru dalam pemahaman biologi dari skizofrenia.

Tim peneliti Ripke dan sebuah tim penelitian internasional lainnya melaporkan berhasil menemukan paling tidak 10 mutasi genetika yang memberi pengaruh sangat kuat bagi kemungkinan seseorang mengembangkan penyakit ini. Selain itu, ada 120 mutasi genetika lain yang diduga atau dapat memainkan peranan.

Ripke mengatakan penemuan mutasi gen itu tidak serta merta membuat diagnosis pasien skizofrenia menjadi lebih mudah atau lebih dini. Tapi, temuan ini bisa membantu para ilmuwan memperkirakan risiko seseorang terhadap skizofrenia, serta membantu meningkatkan terapi dengan obat-obatan untuk penyakit psikis.

Para ilmuwan mengakui pengetahuan tentang skizofrenia sejak beberapa dekade ibarat macet dalam kotak hitam. Para pakar medis mengatakan hingga saat ini mereka tidak mengetahui persis apa yang terjadi di dalam otak penderita.

Yang diketahui, skizofrenia adalah kondisi gangguan mental serius, dengan karakter khas halusinasi, yakni periode psikosis di mana persepsi dan pikiran terganggu serta tercerabut dari realita. WHO menaksir pervalensi skizofrenia global cukup tinggi, yakni satu dari 300 orang atau 0,3 persen populasi. "Pengetahuan kita terkait skizofrenia sejauh ini nyaris nol," kata Ripke.

Meringankan Efek

Memang selama ini sudah ada obat-obatan untuk skizofrenia, tapi tidak untuk memerangi akar permasalahannya. Obatnya lebih banyak untuk meringankan efek dari penyakitnya. "Obat yang ada di pasaran saat ini, berbasis pada hasil riset tahun 1950-an," kata peneliti dari Berlin itu.

Chlorpromazine, misalnya, pada awalnya dikembangkan sebagai obat anestesi. Namun, secara kebetulan para dokter mengamati obat ini bisa membantu mencegah halusinasi pada pasien dengan gangguan psikis.

Baca Juga: