HONG KONG - Ilmuwan dari Tiongkok dilaporkan pada Kamis (11/4) telah menanamkan gen otak manusia ke dalam monyet. Langkah ini ditempuh lewat penelitian yang mencoba memahami dan memberikan wawasan tentang evolusi unik dari kecerdasan manusia.

Dalam penelitian ini, ilmuwan memasukkan gen manusia MCPH1 (microcephalin), sebuah gen yang diyakini berperan dalam perkembangan otak manusia, pada 11 ekor monyet rhesus (Macaca mulatta).

Dari uji coba ini, para ilmuwan menemukan bahwa otak monyet, seperti halnya manusia, membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang, dan hewan-hewan primata itu berhasil lolos secara lebih baik dalam tes memori jangka pendek serta memberi tanggapan lebih cepat dibandingkan dengan monyet liar, namun otak monyet-monyet itu tidak tumbuh lebih besar daripada otak kelompok monyet yang terkontrol.

Uji coba ini, merupakan yang terkini dilaporkan dari dari serangkaian eksperimen biomedis di Tiongkok yang telah memicu perdebatan etika medis dan keprihatinan secara etis, serta membandingkan uji coba ini dengan film layar lebar bergenre sci-fi distopia berjudul Planet of the Apes.

Eksperimen ini dilakukan oleh para peneliti di Kunming Institute of Zoology dan Chinese Academy of Sciences, yang bekerja sama dengan para peneliti Amerika Serikat di University of North Carolina.

Studi ini telah dipublikasikan bulan lalu di jurnal National Science Review yang berbasis di Beijing.

"Temuan kami menunjukkan bahwa primata transgenik terkecuali manusia (tidak termasuk spesies kera) memiliki potensi untuk memberikan wawasan penting dan unik yang bisa menjawab pertanyan mendasar tentang apa yang membuat manusia unik," ungkap para penulis dari penelitian ini.

Setelah penanaman gen otak manusia, monyet-monyet itu menjalani tes memori yang mengharuskan mereka untuk mengingat warna dan bentuk pada monitor, sembari dalam kondisi sedang dipindai oleh alat MRI. Termyata hanya lima dari total 11 ekor monyet yang lolos dalam tahap pengujian.

Keprihatinan Etis

Para penulis pun mengatakan monyet rhesus, meskipun secara genetik memiliki kekerabatan lebih dekat dengan manusia daripada tikus, ternyata masih cukup jauh untuk menimbulkan keprihatinan secara etis, walau beberapa orang mempertanyakan etika dari eksperimen ini.

"Anda segera saksikan saja Planet of the Apes sebagai contoh imajinasi yang populer, " kata Jacqueline Glover, seorang ahli bioetika dari University of Colorado. "Untuk memanusiakan mereka berarti membahayakan. Di mana mereka akan hidup dan apa yang akan mereka lakukan? Jangan menciptakan makhluk yang tidak bisa memiliki kehidupan yang bermakna dalam konteks apa pun," komentarnya dalam ulasan di MIT Technology Review.

Sementara itu Larry Baum, seorang peneliti di Centre for Genomic Sciences, Hong Kong University, justru mengecilkan perbandingan eksperiman itu dengan film sci-fi Planet of the Apes.

"Genom monyet rhesus berbeda dari kita dengan sepersekian persen. Itu berarti ada jutaan basis DNA individu berbeda antara manusia dan monyet," kata dia. "Eksperimen ini hanya mengubah beberapa genom diantara satu gen dari total 20 ribu 20.000 gen. Anda bisa memutuskan sendiri apakah ada yang perlu dikhawatirkan," imbuh dia.

Dalam penjelasannya Baum menambahkan bahwa penelitian ini mendukung teori bahwa kematangan sel otak yang lebih lambat mungkin menjadi faktor dalam meningkatkan kecerdasan selama evolusi manusia. AFP/I-1

Baca Juga: