Dengan menggunakan citra satelit komersial beresolusi tinggi dan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), tim internasional termasuk ilmuwan NASA memetakan hampir 10 miliar pohon di lahan kering di Afrika untuk menilai jumlah karbon yang tersimpan di luar hutan tropis lebat benua itu.

Dalam laporan yang diterbitkan pada jurnal Nature pada 1 Maret lalu, peneliti menghitung estimasi komprehensif terkait kepadatan karbon pohon di zona Sahara, Sahel, dan Sudan di Afrika. Hasilnya, peneliti menemukan ada jauh lebih banyak pohon yang tersebar di daerah semi-kering di Afrika daripada yang diperkirakan sebelumnya. Namun, pohon-pohon itu diketahui menyimpan lebih sedikit karbon daripada yang diperkirakan oleh beberapa model. Dalam studi baru, tim memperkirakan sekitar 0,84 petagram karbon terkunci di lahan kering Afrika. Sebagai informasi, petagram adalah 1 miliar metrik ton.

Perkiraan karbon pohon yang akurat disebut peneliti sangat penting untuk memproyeksikan perubahan iklim, yang dipengaruhi oleh berapa lama pohon dan vegetasi lain menyimpan karbon. Namun, untuk mengetahui berapa banyak karbon yang disimpan oleh suatu lanskap, para peneliti dituntut lebih dulu untuk mengetahui dengan tepat apa yang tumbuh di sana.

Pasalnya, waktu tinggal karbon berbeda pada jenis tumbuhan. Misalnya, waktu tinggal karbon pada rerumputan dan semak-semak yang tumbuh secara musiman diketahui lebih singkat daripada pohon yang tumbuh selama bertahun-tahun.

"Tim kami mengumpulkan dan menganalisis data karbon hingga ke tingkat individu pohon di seluruh wilayah semi-kering Afrika atau di tempat lain, sesuatu yang sebelumnya hanya dilakukan pada skala kecil lokal," kata Compton Tucker, ilmuwan utama proyek tersebut dan seorang ilmuwan Bumi di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland.

Di luar hutan tropis luas yang tersebar di tengah benua, bentang alam Afrika disebut NASA berkisar dari padang rumput kering dengan sedikit pohon hingga sabana dengan pepohonan yang tersebar hingga daerah yang lebih lembab dengan banyak pepohonan yang tersebar. Tutupan pohon yang tersebar ini telah mempersulit para ilmuwan yang bekerja untuk memperkirakan jumlah pohon di daerah ini. Hal inilah yang disebut Tucker membuat penelitian berbasis satelit sebelumnya suka salah mengira rerumputan sebagai pohon sehingga menyebabkan prediksi karbon yang berlebihan.

Padahal pengukuran yang akurat sangat penting untuk upaya konservasi dan untuk memahami siklus karbon di planet kita.

Dalam studi baru, tim menggunakan pembelajaran mesin canggih dan algoritma kecerdasan buatan untuk memilah lebih dari 326.000 citra satelit komersial dari satelit QuickBird-2, GeoEye-1, WorldView-2, dan WorldView-3 yang dioperasikan oleh Maxar Technologies. Para peneliti memperoleh gambar tersebut melalui Pusat Simulasi Iklim NASA dan memanfaatkan Awan Ilmu Pengetahuan Jelajahi/ADAPT untuk mengatur dan menyiapkan gambar untuk pemrosesan pembelajaran mesin.

Martin Brandt dari University of Copenhagen mengumpulkan data pelatihan AI dari 89.000 pohon individu. Sementara san rekan, Ankit Kariyaa, bertugas mengadaptasi jaringan sehingga komputer dapat mendeteksi pohon individu dalam gambar beresolusi tinggi berskala 50 sentimeter dari lanskap Afrika yang lebih kering dan kurang hijau.

Para peneliti mendefinisikan "pohon" sebagai segala sesuatu dengan mahkota berdaun hijau dan bayangan yang berdekatan. Dari sini, mereka melatih perangkat lunak pembelajaran mesin untuk menghitung pohon melalui superkomputer Blue Waters di University of Illinois. Saat tim membandingkan hasil pembelajaran mesin mereka dengan penilaian lanskap langsung oleh manusia, tingkat akurasi komputer dalam mengukur area mahkota pohon mencapai 96,5 persen.

Dari pengukuran luas tajuk pohon, para ilmuwan dapat memperoleh jumlah karbon di setiap daun, akar, dan kayu pohon menggunakan alometri, yakni studi tentang bagaimana karakteristik makhluk hidup berubah seiring dengan ukuran. Sebuah kelompok yang dipimpin oleh Pierre Hiernaux dari Toulouse University kemudian memeriksa 30 spesies pohon yang berbeda untuk mengukur massa daun, massa kayu, dan massa akar. Mereka menilai massa karbon tersebut dan membangun hubungan statistik dengan luas tajuk pohon.

Data karbon pohon Afrika kini tersedia untuk umum dalam aplikasi penampil yang dikembangkan oleh tim peneliti. Data ini memungkinkan orang untuk melihat setiap pohon di area studi dan jumlah karbon yang disimpannya. Tak hanya itu, data penelitian juga berguna bagi para ilmuwan dan pelajar yang mempelajari siklus karbon, pembuat kebijakan yang mencoba meningkatkan upaya konservasi, dan petani yang ingin menentukan simpanan karbon di pertanian mereka.

Baca Juga: