Menyusul langkah negara-negara Barat, Jepang turut memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina. Adapun sanksi yang diberikan Jepang berupa larangan ekspor barang-barang mewah mencakup mobil mewah, perhiasan dan karya seni ke Rusia.

Dikutip dari Japantimes, Kabinet Perdana Menteri Fumio Kishida merevisi peraturan yang relevan untuk menerapkan sanksi pada 5 April mendatang.

Menurut Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang Koichi Hagiuda, langkah ini bertujuan untuk menambah tekanan pada oligarki yang telah mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin secara finansial.

"Kami akan bekerja dengan komunitas internasional, termasuk negara-negara G7, untuk menerapkan sanksi keras," ujar Hagiuda.

Berdasarkan data pemerintah, mobil mewah menjadi komoditi ekspor terbesar Jepang ke Rusia dengan jumlah mencapai 627,8 miliar yen (5 miliar dollar AS) pada tahun 2020.

Selain Jepang, dua negara tetangga Indonesia juga ikut memberikan sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina. Dua negara tetangga itu, yakni Singapura dan Malaysia. Keduanya bahkan masuk ke dalam daftar 48 negara tidak bersahabat seperti yang diberitakan agensi berita Rusia, TASS.

Singapura sebelumnya lebih dulu memberikan sanksi keuangan dengan menargetkan bank Rusia, entitas terkait dan berbagai aktivitasnya. Misalnya, aktivitas penggalangan dana untuk Rusia. Sementara Australia, turut memberikan sanksi berupa pembatasan terhadap sejumlah oligarki Rusia yang memiliki hubungan dengan industri pertambangan Rusia.

Indonesia sebenarnya ambil bagian dari 141 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ikut mengecam invasi Rusia terhadap Ukraina. Namun, hingga kini Indonesia belum memberikan sanksi apapun terkait invasi Rusia ke Ukraina.

PT Pertamina milik Indonesia bahkan berencana melakukan impor minyak mentah dari Rusia, Langkah ini dilakukan lantaran harga minyak Rusia memang tengah mengalami penurunan harga seiring boikot yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutu sebagai akibat invasi ke Ukraina.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan langkah impor ini murni hanya terkait bisnis.

"Secara politis tidak ada masalah, business to business murni, sepanjang perusahaan yang kita beli tidak kena sanksi. Kita lihat opportunity saja," ujarnya Nicke.

Baca Juga: