Bila ketimpangan antarwilayah dibiarkan tanpa ada upaya mengatasinya secara serius, ke depan pasti akan semakin parah. Rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur pun dilakukan dalam rangka ini, sehingga akan mendorong pusat pertumbuhan ekonomi baru sekaligus memacu pemerataan pembangunan.
Isu ketimpangan antarwilayah atau antarderah di Indonesia memang tak henti-hentinya jadi bahasan. Di era Orde Baru, begawan ekonomi Profesor Sumitro Djojohadikusumo seringkali melontarkan soal ketimpangan pembangunan antardaerahatau antarwilayah di Indonesia, terutama antara wilayah Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur.
Sampai sekarang pun problemnya masih sama. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (13/9), Menkeu mengatakan ketimpangan pembangunan antardaerah tercermin dari Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan tingkat SMP dan SMA dengancapaian tertinggi ada di Kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara)sebesar 90,38 persen, kemudian Kota Metro (Lampung) 88,26 persen, dan kota Bima (Nusa Tenggara Barat), 80,07 persen.
Sedangkan di Kabupaten Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat) APM-nya hanya51,27 persen, Kabupaten Sintang (Kalimantan Barat) 49,71 persen, dan terendah ada di Kabupaten Intan Jaya (Papua) hanya13,34 persen.Secara nasional APM berada di level 70,68 persen. Bandingkan, betapa timpangnya APM di Intan Jaya dan Humbang Hasundutan.
Begitu juga untuk ketersediaan air minum yang layak, baru tujuh daerah yang mencapai 100 persen, di antaranya Magelang, Tegal, dan Klaten, ketiganya berada di Jawa Tengah. Sedangkan Mamasa (Sulawesi Barat)22,91 persen, dan Lany Jaya (Papua)hanya 1,06 persen. Angka nasional 89,27 persen. Betapa timpangnya, ada daerah yang 100 penduduknya bisa mendapat akses air bersih, tetapi ada juga yang hanya satu persen saja.
Untuk Indeks Pembangunan Manusia juga terjadi ketimpangan yang mencolok.Kota Yogyakarta (DIY) yang tertinggi 86,61 persen dan yang terendah Kabupaten Nduga (Papua) 31,55 persen. Sedangkan untuk daerah dengan jumlah penduduk miskin terendah ada di Kota Tangerang Selatan (Banten), yaitu 1,68 persen dan yeng terbesar di Kabupaten Deiyai (Papua, pemekaran dari Kabuoaten Paniai) 41,76 persen. Sementara angka nasional 10,19 persen.
Sri Mulyani mengatakan, penyebab terjadinya ketimpangan antardaerah karena daerah belum mengoptimalkan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)dari APBN untuk pembangunan desanya. SedangkanTKDD merupakan komponen terbesar dalam APBD, sekitar 70 persen.
Mau tak mau, pemerintah pusat harus menekan pemda dalam menggunakan pemanfaatan anggaran, terutama TKDD. Banyak daerah akan tetap sulit untuk mengejar ketertinggalanbila tidak ada intervensi atau arahan dari pusat, khususnya yang berada di Indonesia Timur seperti kabupaten-kabupaten baru hasil pemekaran.
Apalagi dalam pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undangtentang APBN 2020 beserta Nota Keuangannya, Presiden Joko Widodo sudah berjanji akan fokus pada pengurangan ketimpangan antarwilayah. Presiden berjanji akan meneruskan pembangunan beberapakawasan ekonomi di luar Jawa, melanjutkan industrialisasi dalam bentuk hilirisasi hasil tambang dan perkebunan, dan mengembangkan beberapa wilayah metropolitan di luar Jawa supaya bisa menjadi sumber ekonomi baru.
Bila ketimpangan antarwilayah dibiarkan tanpa ada upaya mengatasinya secara serius, ke depan pasti akan semakin parah. Rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur pun dilakukan dalam rangka ini, sehingga akan mendorong pusat pertumbuhan ekonomi baru sekaligus memacu pemerataan pembangunandan keadilan ekonomi bagi seluruh wilayah Indonesia.