Jakarta - Faktor pemulihan ekonomi, pandemi Covid-19 yang mereda, serta naiknya harga komoditas, dinilai dapat meningkatkan optimisme pelaku pasar dan mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor tertinggi tahun ini, yaitu ke atas 6.441 pada Oktober.

"Memasuki kuartal IV 2021, IHSG berada di zona hijau dan siap untuk memecahkan rekor tertinggi di tahun ini. Pada Oktober secara teknikal IHSG akan menguji support di level 6.202-6.286 dan resistance di kisaran 6.441," kata Senior Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Martha Christina di Jakarta, Kamis (7/10).

Sebagai catatan rekor IHSG tahun ini 6.435 yang dicetak pada 13 Januari 2021 lalu. Kemarin indeks saham domestik itu meroket hingga 2,06 persen dan nyaris mencetak rekor baru. Penguatan tersebut membuat IHSG ditutup pada 6.417.

Martha menyampaikan pasca-penguatan 2,2 persen pada September, bulan ini IHSG dapat melanjutkan penguatan karena peningkatan mobilitas masyarakat dan percepatan pergerakan roda perekonomian.

Di tengah optimisme tersebut, Martha dan Tim Investment Information Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan tiga sektor saham utama yaitu energi, barang konsumen primer, dan perbankan.

Untuk sektor energi, saham yang menjadi pilihan adalah ITMG, PTBA, ADRO, dan PGAS. Lalu dari sektor konsumen primer dan perbankan, pilihan sahamnya adalah LSIP, AALI, dan SSMS bersama dengan BBRI, BMRI, dan BBNI.

"Kami menilai saham komoditas energi dan minyak sawit mentah (CPO) masih atraktif, mengingat harga komoditasnya yang terus meningkat dan ekspektasi laporan keuangan kuartal III 2021 yang positif. Begitu juga dengan sektor perbankan, yang berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi," ujar Martha.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan naiknya harga komoditas dunia seperti harga minyak mentah, batu bara, CPO, timah, maupun gas alam baru-baru ini, turut didorong naiknya permintaan global seiring dengan pemulihan ekonomi.

IMF, World Bank, maupun OECD, lanjutnya, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2021 masing-masing 6 persen, 5,6 persen dan 5,7 persen, seiring dengan komitmen berbagai negara dalam meningkatkan stimulus fiskal dan moneter sekaligus program akselerasi vaksinasi.

"Namun di sisi lain, seiring dengan perbaikan ekonomi global, potensi naiknya suku bunga acuan AS pada tahun depan pun diprediksi lebih besar, yaitu ketika sebanyak sembilan anggota FOMC memilih untuk menaikkan suku bunga acuan setidaknya satu kali terhadap suku bunga acuan AS pada tahun depan," ujar Nafan.

Dalam "Dot Plot" terbaru yang dirilis bank sentral AS, Federal Reserve (Fed) tersebut sangat berbeda dibanding Dot Plot Juni lalu, di mana proyeksi median anggota FOMC menunjukkan tidak ada kenaikan suku bunga acuan hingga 2023.

Baca Juga: