PARIS - Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA), pada Selasa (4/6), mengatakan negara-negara gagal mencapai tujuan yang disepakati dalam perundingan iklim PBB untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada tahun 2030 sebagai bagian dari upaya mengekang pemanasan global.
Dikutip dari France 24, analisis IEA terhadap kebijakan, rencana dan perkiraan dari hampir 150 negara menemukan negara-negara tersebut dapat mencapai kapasitas energi terbarukan sebesar 8.000 gigawatt dalam enam tahun.
Jumlah ini jauh di bawah 11.000 GW yang dijanjikan pada perundingan iklim COP28 di Dubai akhir tahun lalu untuk mencapai tujuan membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius dibandingkan tingkat pra-industri.
"Ambisi dan rencana implementasi negara-negara belum sejalan dengan tujuan utama yang ditetapkan pada COP28," kata IEA.
"Tetapi, pemerintah mempunyai alat untuk mengambil tindakan dalam beberapa bulan," kata Nationally Determined Contributions (NDC), badan yang berbasis di Paris, yang memberi nasihat kepada negara-negara maju.
NDC adalah target yang ditetapkan oleh setiap negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
"Target tiga kali lipat ini ambisius, namun dapat dicapai, meskipun hanya jika pemerintah dengan cepat mengubah janji menjadi rencana tindakan," kata Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol.
Sangat Penting
Penggunaan tenaga surya, angin, dan energi terbarukan lainnya secara besar-besaran sangat penting untuk mencapai kesepakatan besar lainnya yang dicapai pada Conference of the Parties 28 (COP-28) yaitu transisi dari bahan bakar fosil.
Sejak Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim pada tahun 2015, dunia telah menambah rata-rata 11 persen instalasi listrik baru terbarukan per tahun karena harga listrik yang turun tajam.
"Hampir 510 GW kapasitas energi terbarukan ditambahkan pada tahun lalu saja, peningkatan sebesar 50 persen dari tahun 2022 yang merupakan tingkat pertumbuhan tercepat dalam dua dekade terakhir," kata IEA dalam laporan sebelumnya.