Data Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan Subvarian XBB dilaporkan sudah ada di 26 negara.

JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan peringatan dini atas ancaman subvarian Omicron XBB dan XBC di Indonesia. Masyarakat harus hati-hari karena risiko menderita Covid-19 dengan subvarian XBB ini lebih tinggi.

"Jadi yang diserang justru orang yang tidak pernah kena Covid-19," kata Ketua Satgas Covid-19 PB IDI, Erlina Burhan, dalam Media Briefing terkait update kasus Covid-19 yang diikuti dalam jaringan zoom di Jakarta, Kamis (3/11).

Seperti dikutip dari Antara, Erlina mengatakan XBB kali pertama ditemukan di India pada Agustus 2022 dan XBC di Inggris merupakan varian keturunan dari mutasi Delta serta Omicron BA.2 dan BA.2.75 imbas dari sirkulasi virus di tengah masyarakat yang tak mampu ditanggulangi.

"Contohnya Omicron pada November 2021. Di beberapa negara tidak bisa diturunkan sirkulasinya, maka terjadilah mutasi baru yang dikenal XBB dan yang baru lagi XBC," kata Erlina.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan sejak 17 Oktober 2022, XBB sudah dilaporkan ada di 26 negara, seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan Amerika Serikat.

Menurut observasi dari negara yang sudah terdapat XBB, penularan XBB dianggap sama dengan varian lain yang ada. XBB merupakan subvarian yang predominan di Singapura mencapai hingga 54 persen kasus pada pekan kedua Oktober 2022, sementara pada pekan sebelumnya hanya 22 persen.

Negara yang sudah melaporkan adanya XBC adalah Inggris. Selain itu juga di Filipina mencapai 193 kasus subvarian XBC. "Begitu cepat penularannya," kata dia.

"Varian ini sedang menyebar di negara tetangga Indonesia, yakni Filipina. Kita tahu waktu XBB menyebar di Singapura pada Maret 2022 dan warga Indonesia banyak bepergian ke Singapura, maka pada awal Oktober ditemukan kasus XBB di Indonesia," kata Erlina.

Kemiripan Gejala

Hingga saat ini, menurut Erlina, gejala XBB dan XBC mirip gejala Covid-19 secara umum, seperti demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pilek, mual, muntah, dan diare.

"Meskipun belum ada laporan bukti ilmiah resmi, mengingat XBC merupakan kombinasi varian Delta, gejala anosmia dan ageusia yang merupakan gejala khas varian Delta mungkin dapat terjadi," katanya.

Erlina, yang juga seorang dokter spesialis penyakit paru-paru di RSUP Persahabatan Jakarta Timur, mengatakan upaya pencegahan mutasi virus korona hanya bisa dilakukan dengan cara mencegah penularan pada manusia.

"Upaya itu bisa dilakukan dengan menyegerakan diri mengakses layanan vaksinasi dosis penguat atau booster serta patuh pada protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M)," katanya.

Secara khusus Erlina meminta masyarakat untuk segera mengakses perlindungan vaksinasi dosis ketiga atau penguat di tengah peningkatan angka kasus konfirmasi dan kematian terkait Covid-19 dalam dua pekan terakhir di Indonesia.

"Situasi kasus Covid-19 agak fluktuatif, sebelumnya kami menganggap situasi sudah sangat terkendali, tetapi peningkatan angka ini patut diwaspadai," kata Erlina.

Dia mengatakan angka konfirmasi Covid-19 sebelumnya berada pada situasi yang stabil sekitar 2.000-an kasus, tetapi pada pekan lalu naik menjadi 3.000-an kasus. Laporan yang mengejutkan terjadi pada 31 Oktober ke 1 November 2022 saat angka konfirmasi melonjak hampir dua kali lipat dari sebelumnya, berkisar 4.707 kasus.

Baca Juga: