JAKARTA - Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia yang berlimpah menjadi daya pikat bagi investor global untuk berinvestasi dalam rencana ibu kota negara (IKN) baru. Sejumlah kalangan berpandangan, RI memilik banyak nilai plus yang memantik minat investor investor global.

Pengamat Ekonomi Energi Mamit Setiawan mengatakan, pemerintah sangat serius dengan menjalankan rencana IKN Baru. Dengan keseriusan tersebut papar dia, mau tidak mau dibutuhkan pembiayaan yang sangat besar agar rencana tersebut bisa berjalan dan dibutuhkan investor mengingat biaya yang besar tersebut.

Sejauh ini, dengan potensi yang dimiliki Indonesia baik itu SDA maupun jumlah penduduk yang besar saya kira akan menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Apalagi, dengan skema pembangunan yang lebih green energi maka akan semakin menarik. Terlebih lagi, anggaran yang disiapkan masih cukup masuk akal karena ada benchmark dari negara lain jumlahnya masih cukup jauh,"ucapnya di Jakarta, Senin (8/11).

Salah satu keunggulan pemindahan IKN RI terang Mamit ialah anggarannya masih masuk akal, nyatanya masih lebih rendah dari Mesir. Hanya saja dirinya tetap meminta agar sebisa mungkin investasi tersebut tidak sampai menghilangkan kedaulatan negara kedepannya. Apalagi posisinya sebagai IKN.

Sebagai pembanding, salah satu negara yang segera menindahkan ibu kotanya ialah Mesir. Mesir yang memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya sepertiga Indonesia, namun mampu membangun ibu kota baru dengan biaya 45 miliar dollar AS.

Ibu kota baru Mesir sudah hampir rampung. Proses pemindahan kantor pemerintahan ke ibu kota administratif baru, secara bertahap akan di mulai Desember tahun ini dengan masa percobaan selama enam bulan.

Tawarkan Kerja Sama

Adapun Pemerintah Indonesia menawarkan tiga prioritas kerja sama antara Indonesia dengan Persatuan Emirat Arab (PEA) di Forum Investasi Indonesia-PEA yang digelar di Dubai.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang mendampingi Presiden Joko Widodo dalam acara tersebut menjelaskan, prioritas yang pertama adalah terkait pembangunan ibu kota baru. Pemerintah menyampaikan bahwa untuk membangun ibu kota baru setidaknya dibutuhkan dana sebesar 35 miliar dollar AS.

Pakar Ilmu Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko menjelaskan, ketertarikan PEA untuk investasi pada pembangunan ibukota baru berkaitan dengan prospek peningkatan kapasitas perekonomian Indonesia ke depannya yang akan semakin luas bukan hanya konsentrasi di jawa tetapi ke daerah lain, terutama bagian Timur.

Skemanya dari government to government yang menarik private to government. PEA membutuhkan tempat investasi jangka panjang, mengingat ke depannya tidak bisa lagi mengandalkan minyak.

Baca Juga: