Tim IAEA menyatakan mereka berupaya untuk membuat kehadiran yang permanen di PLTN Zaporizhzhia demi menghindari terjadi­nya malapetaka nuklir di fasilitas yang berada di garis depan pertempuran itu.

ZAPORIZHZHIA - Inspektur dari PBB mengatakan pada Rabu (31/8) bahwa mereka akan berusaha untuk mengupayakan kehadiran yang permanen di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang dikuasai Russia di Ukraina selatan, demi menghindari terjadinya malapetaka nuklir di fasilitas yang berada di garis depan pertempuran itu.

"Misi saya adalah untuk mencegah terjadinya malapetaka nuklir dan menjaga kelangsungan PLTN terbesar di Eropa ini," ucap Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA), Rafael Grossi, setelah ia bersama timnya tiba di Kota Zaporizhzhia.

"Kami sedang mempersiapkan tugas nyata yang dimulai besok," kata Grossi. "Kami akan mencoba membangun kehadiran permanen untuk agensi kami," imbuh dia.

Saat berita ini ditulis, tim inspektur PBB dilaporkan telah tiba di PLTN Zaporizhzhia pada Kamis (1/9) meskipun sebelumnya pada dini hari terjadi gempuran tembakan yang memaksa penutupan salah satu dari enam reaktornya

Setelah berhasil melintasi garis depan ke wilayah yang dikuasai Russia, tim IAEA yang beranggotakan 14 orang mencapai fasilitas itu sekitar pukul 15.00, menurut cuitan dari badan PBB di media sosial Twitter.

"Misi dukungan dan bantuan IAEA untuk Zaporizhzhya yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Rafael Grossi, baru saja tiba di PLTN Zaporizhzhya untuk melakukan kegiatan penyelamatan dan pengamanan nuklir yang sangat diperlukan," tulis badan PBB itu.

Terkait serangan gempuran ke sekitar PLTN Zaporizhzhia, pihak operator nuklir Ukraina, Energoatom, mengatakan bahwa gempuran penembakan Russia itu adalah yang kedua kalinya dalam kurun waktu 10 hari yang telah memaksa penutupan reaktor.

"Sistem proteksi darurat PLTN bekerja sesaat sebelum pukul 5 pagi sehingga menutup reaktor ke-5 karena adanya tembakan mortir (Russia) dan ada catu daya cadangan yang rusak dalam serangan gempuran itu," demikian pernyataan dari Energoatom.

Berhenti Bermain Api

Sementara itu pihak Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross/ICRC) memperingatkan konsekuensi dari serangan gempuran terhadap fasilitas PLTN itu bisa menjadi sebuah malapetaka luar biasa.

"Sudah saatnya untuk berhenti bermain api dan sebagai gantinya mengambil tindakan nyata untuk melindungi fasilitas ini dari operasi militer apa pun," ucap kepala ICRC, Robert Mardini, kepada wartawan di Kyiv.

"Salah perhitungan sekecil apapun dapat memicu kehancuran yang akan kita sesali selama beberapa dekade," imbuh Mardini.

Setelah pasukan Russia merebut PLTN Zaporizhzhya pada 4 Maret dan disusul wilayah sekitarnya kini jadi garis depan pertempuran, Mardini mengatakan bahwa semua itu telah mendorong tim IAEA akan memeriksa PLTN itu karena taruhan risikonya sangat besar.

"Ketika sebuah situs berbahaya menjadi medan pertempuran, konsekuensi bagi jutaan orang dan lingkungan bisa menjadi bencana besar dan berlangsung bertahun-tahun," tegas Mardini.

Pertempuran terjadi di sekitar PLTN Zaporizhzhya setelah pihak Ukraina menuduh Russia telah mengerahkan ratusan tentara dan menyimpan amunisi di PLTN itu. Aksi saling tuduh berlanjut pada Kamis setelah pihak Russia mengatakan bahwa Ukraina telah mengirimkan satu unit pasukan untuk berusaha merebut PLTN itu, sedangkan Ukraina mengatakan pasukan Russia telah menggempur jalur yang akan dilewati tim IAEA menuju lokasi PLTN tersebut.AFP/VoA/I-1

Baca Juga: