LONDON - Sanksi skors dari Federasi Atletik Internasional (IAAF) terhadap Russia terkait praktik doping diperpanjang dan negara tersebut bakal mendapat hukuman berikutnya tahun ini.

IAAF dari pernyataannya Selasa waktu setempat atau Rabu (7/3) WIB, mengatakan bahwa pihaknya Juli mendatang akan mempertimbangkan untuk mencabut izin bagi atlet-atlet Russia untuk tampil di berbagai turnamen sebagai atlet netral, jika tidak ada kemajuan yang dibuat oleh negara itu dalam penanganan masalah doping ini.

Kemungkinan IAAF akan mencopot keanggotaan Russia, kata IAAF setelah pertemuan dewan cabang olahraga itu di Birmingham, Inggris. Russia telah dilarang berkompetisi atletik sejak November 2015 setelah laporan investigator McLaren mengungkapkan adanya praktif doping yang meluas dan sistemik di Russia.

Politisi Russia dan pejabat olahraga negara tersebut berulang kali membantah adanya keterlibatan langsung dari negara dalam kasus doping. Meskipun demikian pada kejuaraan dunia tahun lalu sejumlah atlet atletik Russia masih bisa tampil namun sebagai individu.

IAAF dalam pernyataannya yang dilansir usai pertemuan Selasa menyebutkan "sementara sejumlah persyaratan telah dipenuhi....beberapa faktor kunci yang ditangani RusAF (badan anti-doping atletik Rusia) dan RUSADA (badan anti-doping Rusia) masih belum memuaskan." Termasuk dalam faktor itu adalah rencana tahun ini terkait jumlah tes doping yang memadai, serta penyelesaian hukum saat ini masih belum menyentuh para pelatih atletik.

Badan anti-doping dunia (WADA) juga masih menilai Russia belum memenuhi syarat. Terpisah, IAAF telah menyetujui untuk membuat peraturan-peraturan yang memungkinkan perpindahan atlet antar-negara. Sebelumnya transfer telah dilarang sejak IAAF memerintahkan pembekuan aturan itu pada Februari tahun lalu.

Berbeda dengan cabang lainnya seperti sepak bola, atletik membolehkan para atletnya untuk berpindah negara yang dibelanya, termasuk setelah mereka pernah memperkuat tim nasional negara asalnya. Para Olimpiade Rio de Janeiro 2016, sejumlah atlet berpindah negara.

AFP/S-2

Baca Juga: