PM Hun Sen mengecam kritik internasional yang menyatakan bahwa pemilu Kamboja pekan lalu sebagai pesta demokrasi yang tidak bebas atau adil.

KANDAL - Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, pada Kamis (3/8) mengecam kritik internasional terhadap pemilu yang dimenangkan partainya melawan oposisi yang tidak berarti. Hun Sen pun membela keputusannya untuk menyerahkan kekuasaan kepada putranya dengan alasan untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah.

Hun Sen, 70 tahun, telah memerintah Kamboja dengan tangan besi selama hampir empat dekade, tetapi pekan lalu mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri agar putranya, Hun Manet, bisa mengambil alih jabatan sebagai perdana menteri bulan ini.

Langkah itu dilakukan setelah Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang dipimpinnya, menang telak dalam pemilihan bulan lalu, sementara Amerika Serikat, PBB, dan Uni Eropa, mengecam pesta demokrasi itu tidak bebas atau adil.

Otoritas pemilihan umum Kamboja mendiskualifikasi satu-satunya partai oposisi yang mapan secara teknis, sehingga membuka jalan bagi CPP untuk memenangkan 82 persen suara dan mengklaim semua kecuali lima kursi di majelis rendah yang beranggotakan 125 orang.

"Saya dapat menyatakan bahwa demokrasi di Kamboja telah menang," kata Hun Sen saat berpidato untuk pertama kalinya sejak pemilu lalu seraya menegaskan bahwa para pengkritik tidak mewakili seluruh komunitas internasional.

Dia juga membela penyerahan kekuasaan kepada Hun Manet dengan alasan bahwa itu diperlukan untuk memastikan perdamaian di negara itu jika dia meninggal saat menjabat. "Hal itu bisa menyebabkan pertumpahan darah untuk merebut kekuasaan," kata Hun Sen, sambil menyangkal ada perselisihan di antara anggota senior partainya mengenai suksesi Hun Manet.

Hun Sen menambahkan bahwa dia akan meminta raja untuk menunjuk Hun Manet, sebagai perdana menteri pada Senin (7/8) sehingga dia dapat membentuk pemerintahan baru saat mosi kepercayaan di parlemen pada 22 Agustus.

Laporan KPU

Sementara itu dari Phnom Penh dilaporkan bahwa pejabat komisi pemilihan umum (KPU) Kamboja mengatakan hampir setengah juta surat suara rusak dalam pemilu bulan lalu.KPU mengatakan sekitar 5 persen dari semua surat suara atau lebih dari 440.000, dinyatakan tidak sah. KPU juga menambahkan bahwa jumlah pemilih tercatat 85 persen, tetapi angka itu lebih rendah dari pemilu 2018.

Sebelum pemilu, beberapa aktivis oposisi mendorong orang-orang untuk dengan sengaja memberikan suara yang tidak sah karena kandidat oposisi utama dicoret dari pencalonan.

Mengantisipasi hal itu, pemerintah Kamboja telah mengeluarkan ancaman akan melakukan tindakan hukum bagi orang-orang yang merusak surat suara atau memboikot pemilu. AFP/NHK/I-1

Baca Juga: