Tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia dikarenakan ­kejahatan terdakwa Herry dilakukan kepada anak asuhnya ketika dirinya memiliki kedudukan atau kuasa sebagai pemilik pondok pesantren. Perbuatan itu bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik, tapi juga ke ­psikologis.

Jagat hukum nasional beberapa hari ini diramaikan dengan berita tuntutan hukuman mati oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terhadap terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan. Selain itu, terdakwa juga dituntut hukuman tambahan berupa kebiri kimia, denda, dan pengumuman identitas terdakwa.

Tuntutan hukuman berat tersebut dikarenakan kejahatan terdakwa Herry dilakukan kepada anak asuhnya ketika dirinya memiliki kedudukan atau kuasa sebagai pemilik pondok pesantren. Perbuatan itu bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik, tapi berpengaruh ke psikologis dan emosional santri keseluruhan.

Dan yang paling berat menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N Mulyana seperti diberitakan Antara, terdakwa Herry menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan untuk melancarkan aksinya.

Dan Presiden pun menaruh perhatian terhadap kejahatan yang dilakukan terdakwa.

Tuntutan terhadap Herry pun menimbulkan pro dan kontra. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengapresiasi tuntutan jaksa penuntut umum.

Menurutnya, penegak hukum telah menyerap aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Muhadjir berharap semoga saja vonis terhadap terdakwa nantinya dapat memberikan efek jera sehingga kejadian serupa tidak terulang.

Kejahatan yang dilakukan Herry memang sudah di luar batas. Ketika para orang tua berharap anak-anaknya mendapat pendidikan yang terbaik, para santri justru mengalami hal yang tidak diinginkan. Bisa dibayangkan betapa hancur perasaan orang tua para korban.

Tuntutan berat jaksa terhadap Herry juga merupakan pesan kepada siapapun anak bangsa yang perilakunya menyimpang sehingga para pelaku kejahatan sosial bisa berfikir seribu kali untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi. Semoga pesan tersebut menjadi titik awal bagi kita semua untuk secara serius menangani masalah perilaku seksual dan pelecehan seksual di semua daerah di Indonesia dan di semua tingkatan.

Memang ada yang tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia terhadap terdakwa seperti yang disuarakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM beranggapan terdakwa Herry sudah selayaknya mendapat hukuman berat dan pihaknya sangat mendukung sekali, namun bukan hukuman mati. Bisa saja hukuman penjara seumur hidup. Sikap Komnas Ham tersebut merujuk kepada hak hidup yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun (non-derogable rights).

Penolakan hukuman mati tidak hanya bagi Herry Wirawan tetapi juga terhadap kasus-kasus kejahatan lainnya misal narkotika, korupsi hingga kasus tindak pidana terorisme. Selain menolak hukuman mati bagi Herry Wirawan, Komnas HAM secara tegas juga menolak pelaku dijatuhi hukuman kebiri kimia.

Suara yang dikumandangkan Komnas HAM memang wajar, karena itu memang tugasnya, menyuarakan hak asasi manusia secara universal. Tetapi yang bertugas menuntut Herry Wirawan adalah Kejaksaan, tuntutannya adalah hukuman mati dan kebiri kimia untuk memberikan efek jera agar pemerkosaan dan kekerasan seksual yang membuat si korban kehilangan masa depan tidak terjadi lagi.

Baca Juga: