HONG KONG - Pemerintah Hong Kong pada hari Jumat (8/3) menerbitkan rancangan undang-undang (RUU) keamanan nasional yang baru, sebuah dokumen yang diteliti dengan cermat oleh beberapa diplomat, pengacara, dan pebisnis asing di tengah kekhawatiran bahwa UU tersebut dapat makin merusak kebebasan di pusat keuangan tersebut.

RUU tersebut, termasuk undang-undang baru yang mencakup makar, spionase, campur tangan eksternal, rahasia negara dan hasutan, keluar kurang dari seminggu setelah masa satu bulan konsultasi publik.

Sanksi yang diatur dalam RUU mencakup hukuman penjara hingga seumur hidup karena pengkhianatan, 20 tahun karena spionase, dan 10 tahun karena pelanggaran rahasia negara.

Badan legislatif kota akan mulai memperdebatkan RUU tersebut pada Jumat pukul 11 ????pagi, menurut pernyataan pemerintah sebelumnya.

Hal ini masih memerlukan beberapa putaran perdebatan di Dewan Legislatif, dan pertemuan khusus untuk pembacaan pertama dan kedua. Prosesnya mungkin memakan waktu berminggu-minggu.

"Geopolitik menjadi semakin kompleks, dan risiko keamanan nasional masih tetap ada," kata pernyataan pemerintah.

"Cara yang dilakukan untuk membahayakan keamanan nasional dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan ancaman dapat muncul secara tiba-tiba."

Kekhawatiran terhadap Kebebasan

Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee pada hari Kamis menyerukan agar RUU tersebut disahkan dengan "kecepatan penuh".

Lee dan pejabat Hong Kong dan Tiongkok lainnya membela RUU tersebut dari kritik sejumlah negara Barat, termasuk AS, yang menyatakan bahwa RUU berisiko semakin mengekang kebebasan di bekas jajahan Inggris tersebut jika terlalu kabur.

Pemerintah Hong Kong mengatakan bahwa banyak negara Barat memiliki undang-undang serupa, dan undang-undang ini diperlukan untuk menutup "celah" dalam rezim keamanan nasional, yang diperkuat pada 2020 oleh undang-undang keamanan nasional lain yang diberlakukan langsung oleh Tiongkok.

Pejabat Hong Kong dan Tiongkok mengatakan undang-undang tahun 2020 sangat penting untuk memulihkan stabilitas setelah aksi protes yang terkadang disertai kekerasan pada tahun sebelumnya.

Mereka juga mencatat bahwa paket baru ini telah lama diwajibkan berdasarkan konstitusi kecil Hong Kong, yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar.

Dokumen tersebut memandu hubungan Hong Kong dengan Beijing sejak kembali ke tangan Tiongkok pada 1997. Pasal 23 menetapkan kota "harus membuat undang-undang sendiri untuk melarang tindakan dan kegiatan yang membahayakan keamanan nasional".

Baca Juga: