JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, penyakit jantung koroner (PJK) menjadi salah satu masalah kesehatan dalam sistem kardiovaskular yang angka kasusnya meningkat tajam. Penyakit tersebut kini tidak hanya dialami oleh orang yang berusia lanjut, tapi sudah bergeser menyerang kelompok usia produktif.

Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi RS Pondok Indah - Pondok Indah dr. Yahya Berkahanto Juwana, Sp.JP (K), Ph.D, FIHA, menjelaskan, sebagai organ untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Organ ini memiliki pembuluh darah koroner sebagai pembuluh darah utama yang bertugas mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke organ jantung.

"Seiring bertambahnya usia, tingkat elastisitas pembuluh darah koroner akan semakin menurun akibat plak aterosklerosis. Adanya plak aterosklerosis ini menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah jantung koroner yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja jantung," ujar dia melalui siaran pers Minggu (10/7).

Plak yang menyebabkan pembuluh elastisitas pembuluh darah menurun dan mengalami penyempitan tersebut juga dapat timbul akibat timbunan lemak kalsium, maupun akibat degeneratif/proses penuaan. Kondisi tersebut biasanya menjadi penyebab utama penyakit jantung yang paling umum terjadi, yaitu penyakit jantung koroner.

Tersumbatnya aliran darah ke otot jantung ini akan mengakibatkan kerusakan otot-otot jantung yang menyebabkan gangguan pompa jantung (gagal jantung) dan kematian. Data WHO, menyatakan jantung koroner merupakan salah satu penyakit tidak menular penyebab kematian tertinggi di dunia.

Pada 2015 saja, tercatat lebih dari 7 juta orang meninggal karena penyakit jantung koroner. Sedangkan di Indonesia sendiri, lebih dari 2 juta orang diketahui mengidap penyakit ini pada 2013. Dari jumlah tersebut, penyakit jantung koroner lebih sering terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.

Menurut dr Yahya faktor penyebab penyakit jantung koroner cukup banyak. Meskipun demikian, penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi, kolesterol dan trigliserida tinggi, diabetes, kegemukan, kebiasaan merokok, serta peradangan pada pembuluh darah merupakan faktor utama yang mencederai dinding arteri. "Saat arteri rusak, plak akan lebih mudah terjadi dan menyebabkan penebalan atau penyempitan arteri," jelasnya,

Beberapa keadaan atau penyakit lainnya yang merupakan faktor risiko terjadinya PJK yaitu faktor genetik atau faktor keturunan keluarga, sedentary lifestyle atau gaya hidup kurang gerak. Selanjutnya adalah mengonsumsi alkohol berlebihan, dan stres akibat kesibukan.

Gejala jantung koroner dapat diketahui seperti rasa sakit di dada bagian tengah kiri (angina pectoris). Rasa sakit tersebut biasanya timbul saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat. Pada penderita berusia lanjut (lebih dari 65 tahun), keluhan nyeri dada ini sering tidak jelas atau tersamarkan, seperti masuk angin.

"Apabila Anda mulai merasakan nyeri dada, baik ringan sampai dengan berat, sebaiknya segeralah periksakan diri ke dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Apalagi jika nyeri ini sudah menjalar ke leher, rahang, bahu, tangan sisi kiri, punggung, atau perut sisi kiri.

dr Yahya menambahkan, nyeri dada disebut dengan angina dan dapat bertahan selama beberapa menit. Jika plak belum menyumbat arteri koroner secara menyeluruh, angina dapat mereda dengan sendirinya.

Keluhan seperti sering berkeringat dingin, mual, muntah, atau mudah lelah juga menjadi gejala yang perlu diwaspadai. Terlebih jika ditemukan kondisi irama denyut jantung yang tidak stabil (aritmia). Apabila tidak ditangani dengan segera, hal ini dapat menyebabkan henti jantung (sudden cardiac arrest).

Pada penderita diabetes, berdasarkan penelitian dari MiDas (di Milan Italia, pada 2006), hampir 52 persen penderita PJK tidak mengalami keluhan nyeri dada atau sering disebut silent ischemia. Meski demikian, deteksi awal dan penanganan cepat saat serangan jantung terjadi akan memberikan manfaat pencegahan dari bahaya kematian dan kegagalan pompa jantung di kemudian hari.

"Bagi penderita penyakit jantung koroner, serangan jantung yang tiba-tiba muncul karena pembuluh darah tersumbat dapat menjadi momok yang cukup mengerikan. Pemasangan stent/ring jantung, disertai dengan perubahan gaya hidup yang lebih sehat, mampu mengurangi risiko terburuk di masa yang akan datang," ujar dia.

Penanganan penyakit jantung koroner umumnya melibatkan perubahan pola hidup yang dikombinasikan dengan obat-obatan atau prosedur medis. Pemberian obat ini sebaiknya sejalan dengan tindakan revaskularisasi, baik pemasangan ring jantung (stent) atau operasi bypass pada kondisi penyakit jantung koroner yang berat, demi mencegah gangguan jantung yang lebih lanjut.

Prosedur pemasangan ring jantung adalah sebuah prosedur yang dilakukan untuk melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit atau tersumbat di bagian jantung dengan cara non-invasif atau tanpa bedah. Dokter akan anestesi lokal lewat daerah pergelangan tangan ataupun pangkal paha.

Proses yang juga disebut angioplasti koroner ini dilakukan dengan memasukkan kateter ke bagian arteri yang mengalami penyempitan. Kemudian, dokter akan mengembangkan balon kecil melalui kateter untuk melebarkan arteri yang menyempit tersebut, dan memasang ring.

"Ring terbuat dari logam yang dapat menyesuaikan dengan tubuh, berbentuk tabung kecil yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk menahan agar pembuluh darah tetap terbuka," jelas dia.

Dengan kemajuan teknologi, ring dilapisi obat untuk mencegah penyempitan berulang pada tempat yang sama. Setelah ring terpasang, pembuluh darah koroner di jantung dapat kembali menerima suplai darah dengan baik dan memperkecil risiko pasien mengalami serangan jantung pada pembuluh darah yang bermasalah tersebut.

Jantung koroner dalam dihindari dengan melakukan hal-hal, seperti berolahraga rutin untuk mempertahankan peredaran darah yang baik. Mengatur pola makan yang sehat dan bergizi seimbang, perbanyak asupan buah dan sayur, kurangi makanan yang mengandung kolesterol dan garam berlebih

"Berhenti merokok, menurunkan berat badan jika berlebihan, menekan kadar kolesterol dan gula darah, mengontrol tekanan darah, mengendalikan stress dan beristirahat yang cukup. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kualitas dan jam tidur berpengaruh pada peningkatan risiko terkena penyakit jantung koroner," ujar dia.

Baca Juga: