Pemerintah harus serius menggarap hilirisasi agar komitmen pelarangan ekspor itu makin kuat.

JAKARTA-Sejumlah kalangan mendukung langkah pemerintah melakukan banding atas kekalahan sengketa ekspor biji nikel di organisasi perdagangan dunia (WTO). Langkah banding sebagai upaya memprioritaskan kepentingan ekonomi dalam negeri sebab hilirisasi memberi nilai tambah kepada ekonomi lokal.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan keputusan pemerintah melakukan banding sudah tepat sehingga perlu didukung semua pihak, termasuk masyarakat.

"Banding ini juga bagian penting untuk menunjukan ke dunia bahwa Indonesia memiliki kedaulatan yang tidak boleh disepelekan oleh internasional terlebih Indonesia sebagai salah satu negara sebagai produsen biji tunggal terbesar di dunia," ungkapnya pada KoranJakarta, Kamis (1/12).

Dia memgatakan larangan ekspor nikel yang dimandatkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sudah tepat. "Terkait hilirisasi perlu secara serius digarap pemerintah, agar komitmen pelarangan ekspor itu semakin kuat," tandas dia.

Stok nikel Indonesia juga terus berkurang dan menipis. Di sisi lain, pemerintah juga sedang fokus pada program kendaraan listrik yang membutuhkan nikel sebagai bahan dasar baterai.

Larangan ekspor itu sejalan dengan kebijakan untuk mendukung program kendaraan listrik, yang juga bentuk komitmen indonesia dalam mengurangi emisi dampak ruma kaca. "Kepentingan dalam negeri harus diutamakan di atas kepentingan luar," tegasnya.

Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mendukung pemerintah melakukan banding ke WTO melawan gugatan Uni Eropa (UE), terkait kekalahan Indonesia dalam penyetopan ekspor nikel. Mukhtarudin menegaskan Indonesia harus memiliki kedaulatan dalam mengelola sumber daya alam. Terlebih lagi, Indonesia saat ini fokus menciptakan energi baru terbarukan (EBT).

Dia menegaskan, amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) harus diperjuangkan oleh pemerintah dan DPR RI. "Karena itu, pemerintah harus segera juga mempercepat proses pembangunan smelter di Indonesia. Harus ada gerakan percepatan pembangunan smelter agar kita segera bisa melakukan hilirisasi secara maksimal terhadap minerba yang kita miliki, baik nikel, timah dan lain-lain," jelas Mukhtarudin.

Tingkatkan Investasi

Menurutnya, hilirisasi nikel dan sumber daya alam lain di dalam negeri mampu meningkatkan nilai investasi. Hal itu juga bisa menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.

"Begitu investasi masuk tentu ini akan membuka lapangan pekerjaan, menambah pendapatan, dan pasti ada pengaruhnya. Oleh karena itu, kita dukung Presiden melakukan upaya semaksimal, mungkin memperkuat argumennya, pemerintah memberikan argumen objektifnya terhadap masalah banding tersebut," tegas Legislator Dapil Kalimantan Tengah itu.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar pemerintah mengajukan banding atas kekalahan saat menghadapi gugatan terkait setop ekspor nikel yang diajukan Uni Eropa ke WTO. Meski kalah di WTO, Presiden tetap memerintahkan jajarannya terus melakukan hilirisasi bahan tambang lainnya.

"Enggak apa-apa kalah, saya sampaikan ke menteri, (kita ajukan) banding. Nanti babak yang kedua hilirisasi lagi bauksit. Artinya bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu bahan-bahan yang lainnya," ujar Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun 2022 di Jakarta, Rabu (30/11).

Baca Juga: