Muntinghe adalah pendiri utama negara kolonial baru yang muncul di Nusantara pada awal abad kesembilan belas. Dengan gagasan pencerahan Eropa, ia ingin menciptakan perekonomian kolonial yang akan membawa kemakmuran bagi negara induk dan negeri jajahan meski dalam praktiknya terjadi banyak penyimpangan.

Muntinghe adalah pendiri utama negara kolonial baru yang muncul di Nusantara pada awal abad kesembilan belas. Dengan gagasan pencerahan Eropa, ia ingin menciptakan perekonomian kolonial yang akan membawa kemakmuran bagi negara induk dan negeri jajahan meski dalam praktiknya terjadi banyak penyimpangan.

Setelah pembubaran Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) pada 31 Desember 1799, sebuah negara kolonial baru didirikan Belanda di Indonesia dengan mengusung konsepnya gagasan-gagasan pencerahan Eropa.

Namun pada kenyataannya konsep tersebut berbenturan tajam dengan realitas di kepulauan Hindia (Indische) sebutan untuk Nusantara oleh Belanda. Tokoh sentral kebijakan kolonial baru adalah Herman Warner Muntinghe yang lahir di Amsterdam, Belanda pada 24 April 1773 dan meninggal di Pekalongan pada 24 November 1827.

Ia kala itu didapuk sebagai penasihat terpenting bagi Herman Willem Daendels, Thomas Stamford Raffles dan Godert van der Capellen. Daendels yang hidup dari 21 Oktober 1762-2 Mei 1818 adalah seorang politikus dan jenderal Belanda yang menjadi Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808-1811, ketika itu Belanda sedang dikuasai oleh Prancis dibawah Napoleon.

Sementara Raffles yang hidup antara 6 Juli 1781-5 Juli 1826 adalah seorang negarawan Britania, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1811-1816), dan Letnan Gubernur Jendral Bengkulu (1818-1824). Ia terlibat dalam perebutan Pulau Jawa di Indonesia dari Belanda selama Perang Napoleon dan menjalankan operasi sehari-hari di Singapura.

Sedangkan van der Capellen yang hidup antara 15 Desember 1778-10 April 1848. Ia menjadi penguasa Hindia Belanda pertama yang memerintah setelah Hindia diserahkan kembali dari Inggris selama beberapa tahun.

Pada Konvensi London, Hindia kembali diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Van der Capellen sendiri memerintah antara 19 Agustus 1816-1 Januari 1826. Ia merupakan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-41.

LamanHistoriekmenguraikan dalam bukuDe Koloniale Illusie (Boom)karangan Jan Folkerts. Buku ini mengisahkan sepak terjang Muntinghe yang dinilai gagal dalam menjalankan kebijakan kolonialisme yang mengakibatkan Perang Jawa (De Java Oorlog) yang menghancurkan sistem kebudayaan dan juga kejatuhan pribadi pejabat administrasi.

Perang Jawa atau Perang Diponegoro versi Indonesia adalah perang besar yang berlangsung selama lima tahun dari 1825-1830. Dari pihak Belanda perang ini dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock yang berusaha meredam perlawanan penduduk di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.

Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7.000 serdadu pribumi. Perang berakhir dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro pada 28 Maret 1830 melalui sebuah penjebakan.

Dalam buku menggambarkan bagaimana ia mula-mula dipuja, kemudian difitnah, dan akhirnya dilupakan. Bahkan semasa hidupnya, pendapat tentang Muntinghe berbeda-beda. Selain itu ia disebut sebagai seorang negarawan yang cakap dan fasih dan seorang yang memiliki bakat luar biasa.

Cita-citanya adalah berkembangnya perekonomian kolonial yang akan membawa kemakmuran bagi negara induk dan masyarakat jajahan. Menurut yang lain, dia sangat menyukai pekerjaan itu. Namun dikatakan juga tentang tindakannya yang sangat disayangkan karena begitu banyak kecakapannya yang dinodai oleh begitu banyak kejahatan.

Muntinghe adalah pendiri utama negara kolonial baru yang muncul di Nusantara pada awal abad kesembilan belas. Ia adalah satu-satunya administrator yang berhasil bertahan dari semua perubahan rezim di Hindia Belanda dan negara induknya antara 1806 dan 1827. Kisah hidup administrator yang brilian namun unik ini memberikan pencerahan yang menarik tentang awal mula berdirinya Hindia Belanda, dan juga tentang asal mula Indonesia sebagai sebuah negara saat ini.

Masa Muntinghe berada pada masa perubahan politik dan sosial yang besar di Belanda. Saat kelahirannya, Stadtholder William V masih berkuasa, dan pergolakan politik besar pada masa kemerdekaan Amerika, revolusi Perancis dan Batavia, serta belum terjadinya Perang Napoleon.

Setelah tahun 1795, di wilayah yang sekarang disebut Belanda, Republik Batavia meraba-raba dan mencari bentuk yang cocok untuk sebuah negara baru. Negara ini baru terbentuk secara pasti beberapa dekade kemudian. Saat itu perusahaan dagang lama VOC dan West indische Compagnie (WIC) telah runtuh.

Bagaimana seharusnya Belanda berhubungan dengan wilayah jajahannya merupakan pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan mudah ketika itu. Tidak ada cetak biru untuk negara kolonial baru. Di Hindia timur, pulau inti Jawa menjadi laboratorium berskala besar di mana pemerintah mencoba berbagai model sosio-ekonomi dan administrasi dengan hasil yang bervariasi.

Terisolasi

Semasa hidup Muntinghe, Hindia sudah lama terisolasi dari negara induk Eropa. Jarak yang sangat jauh sudah menjadi hambatan komunikasi yang besar dalam keadaan normal. Apalagi selama perang Belanda dengan Inggris, negara yang paling berkuasa di lautan saat itu, komunikasi bahkan terhenti. Pada masa ini, koloni harus berjuang sendiri.

Terputusnya komunikasi telah mengubah hubungan antara Hindia dan Belanda. Hal ini terutama disebabkan oleh pandangan-pandangan baru mengenai hubungan dengan negara jajahan, yang seringkali dinilai berbeda di Nusantara dibandingkan di Eropa.

Selama lama tinggal di Hindia, Muntinghe semakin mengidentifikasikan diri dengan cara pandang negeri jajahan terhadap hubungan kolonial. Meskipun Hindia Belanda bukanlah koloni pemukim Eropa, masyarakat Eropa dan koloni-koloni yang jauh juga beberapa kali bertabrakan secara tajam satu sama lain di Asia.

Di London dan Den Haag, masyarakat terkejut dengan keistimewaan para administrator di koloni tersebut. Di Batavia masyarakat terkadang terkejut dengan kesalahpahaman mendasar mengenai situasi di Hindia Timur.

Di Hindia, Inggris dan Belanda, memiliki ambisi-ambisi baru membawa negara kolonial tersebut ke dalam konflik dengan kerajaan-kerajaan pribumi dalam apa yang disebut sebagai upaya terakhir otonomi Asia. Ketahanan luar biasa dari beberapa negara ini diuji dengan meningkatnya kemampuan finansial dan militer negara-negara Eropa.

Perjuangan antara prinsip-prinsip yang bertentangan inilah yang berjalan seperti benang merah sepanjang karier Muntinghe dan orang-orang sejamannya di Timur, sebuah perjuangan yang untuk sementara baru bisa dilakukan pada 1830 setelah Perang Jawa ketika ia sudah meninggal pada 1827. hay/I-1

Baca Juga: