Kelebihan produksi listrik seiring masifnya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap justru menutup ruang pengembangan bagi energi terbarukan di Tanah Air.
JAKARTA - Pemerintah bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diminta melakukan moratorium pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru mulai 2022. Langkah itu dimaksudkan untuk mengatasi over supply pada BUMN Ketenagalistrikan tersebut.
Kelebihan produksi tersebut dikhawatirkan bisa menghambat realisasi target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Padahal, RI memiliki potensi EBT sebesar 417,8 gigawatt, namun hanya 2,5 persen saja yang baru dimanfaatkan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan untuk pembangunan pembangkit berkapasitas 35 gigawatt (GW), sebagian besar sudah konstruksi dan sudah commercial operation date (COD), masih ada 4-5 GW yang masih dalam perencanaan.
"Untuk yang belum konstruksi sebaiknya ditunda atau dibatalkan sama sekali. Maksimalkan pembanguan pembangkit energi terbarukan untuk subsitusi PLTU yang dibatalkan atau ditunda tersebut," tegas Fabby, di Jakarta, Minggu (4/10), saat merespons surat Menteri BUMN kepada Menteri ESDM terkait kelebihan pasokan listrik PLN.
Di samping melakukan moratorium, Fabby menyarankan agar proyeksi permintaan listrik dalam lima tahun mendatang dihitung ulang karena efek perlambatan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di bawah target pasca pandemi Covid-19.
Dia pun menegaskan untuk mengatasi over supply, kuncinya ada di Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memerintahkan PLN untuk mengoptimalkan pembangkit dan memadamkan pembangkit yang tidak efisien.
Selanjutnya, PLN dapat bernegosiasi dengan independent power producer (IPP) thermal (PLTU) untuk menurunkan tingkat capacity factor minimum yang harus diambil atau dibeli; atau meminta IPP menurunkan ketentuan take or pay selama masa pandemi (minimal hingga 2022) sebagai bentuk sharing pain atau berbagi beban.
"Terakhir, dengan menunda commercial operation date pembangkit-pembangkit yang COD pada 2021 sampai 2022, renegosiasi dengan IPP ," kata Fabby.
Penggalan kutipan surat itu ialah untuk mengatasi kondisi kelebihan pasokan pembangkit, maka diperlukan upaya peningkatan demand listrik.
Kedua, terkait Penyesuaian RUPTL 2020-2029 dengan mempertimbangkan: kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan yang telah/ sedang dibangun, proyeksi demand, dan Kemampuan pendanaan baik yang bersumber dari APBN maupun keuangan PT PLN.
Manfaatkan Potensi
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, meluruskan bahwa surat Menteri BUMN itu bukan berarti perusahaan ketenagalistrikan itu sedang dalam kondisi parah. "Pak Menteri ingin agar PLN gunakan kapasitas yang sudah ada, ketimbang membangun pembangkit baru," terangnya.
Pertimbangannya Erick Thohir, terang Arya, PLN sudah over supply, sehingga sayang jika tidak dimanfaatkan. Bila ada nama institusi baru, tidak perlu disebut pembangkit baru.
ers/E-10