Pelemahan rupiah menjadi momentum bagi produsen menggunakan bahan baku lokal sehingga dapat menekan biaya produksi.

JAKARTA - Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memberi implikasi terhadap perekonomian domestik. Depresiasi rupiah mengerek semakin tingginya biaya produksi untuk semua produk berbahan baku impor.

Adapun pelemahan ini merupakan dampak dari kondisi global, salah satunya inflasi tinggi di Amerika Serikat (AS) dan kondisi ekonomi yang masih cukup kuat.

Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, mengingatkan pemerintah segera mengantisipasi terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Salah satunya dengan menjaga perekonomian dalam negeri dengan baik, seperti meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.

"Memang kan di satu sisi dollar menguat maka kemudian rupiah akan menurun, tetapi itu tidak akan terlalu jauh ya jatuhnya kalau fundamental ekonomi kita bagus, ekspor kita rendah. Nah, ini kan yang harus dijaga oleh pemerintah menurut saya," ujar Deddy dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (31/10).

Deddy menjelaskan melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada kenaikan harga komoditas dan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Untuk itu, impor komoditas dinilai perlu dilakukan dengan lebih selektif dan objektif sehingga tidak terus menggerus devisa negara dan menambah tekanan pada rupiah.

"Karena penguatan dollar AS, tentu barang yang kita butuhkan harganya menjadi mencekik leher kan seperti itu. Akibatnya apa? harga di tingkat konsumen pasti akan meningkat tajam," tutupnya.

Biaya Meningkat

Secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, menuturkan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS menyebabkan biaya input untuk produk dengan bahan baku impor semakin tinggi sehingga berdampak pada kenaikan biaya produksi.

Jika dilihat data impor bahan baku/penolong pada bulan September, terdapat penurunan 4,86 persen dibanding bulan sebelumnya (mtm), serta impor barang modal turun 12,27 persen (mtm). Sebagai catatan, rupiah terus terpuruk terhadap dollar Amerika Serikat (AS) selama lima bulan berturut-turut.

Meski demikian, dia menegaskan pelemahan rupiah juga dapat menjadi peluang bagi produsen menggunakan bahan baku lokal untuk dapat bersaing dengan produsen pengguna bahan baku impor.

Ekonom Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan pelemahan rupiah masih akan terus berlanjut dan berisiko tembus 16.100 rupiah per dollar AS. Itu bisa terjadi jika tak ada langkah mitigasi.

Dia menilai pemerintah terlalu bersikap overconfidences menghadapi pelemahan rupiah ini, padahal jelas akan diteruskan ke konsumen akhir.

"Transmisi pelemahan kurs rupiah ke inflasi memang tidak sekaligus, tapi cepat atau lambat bahan pangan, elektronik, dan suku cadang kendaraan bermotor akan disesuaikan," ujar Bhima.

Bhima mengatakan tekanan dari eksternal cukup kuat dari kekacauan geopolitik dan data-data ekonomi global yang memburuk. Dampak pelemahan rupiah sampai membuat harga-harga barang impor akan naik, terutama pangan dan bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga: