CARACAS -Sebuah helikopter milik tentara Guyana berisi tujuh orang dilaporkan hilang pada Rabu (6/12) di dekat wilayah perbatasan dengan Venezuela, kata seorang pejabat. Peristiwa itu ketika ketegangan kedua negara tetangga itu meningkat terkait sengketa wilayah kaya minyak.

Kepala Staf Angkatan Darat Guyana Omar Khan mengatakan pada konferensi pers, kontak dengan helikopter hilang tak lama setelah lepas landas karena cuaca buruk. Dia "tidak memiliki informasi yang menunjukkan bahwa" Venezuela terlibat.

Laporan mengenai pesawat yang hilang menambah pertikaian perbatasan yang meningkat atas wilayah Essequibo yang kaya minyak, yang dikuasai Guyana selama lebih dari satu abad, tetapi Venezuela juga mengklaim dan telah menyatakan niatnya untuk mengambil alih.

Di tengah meningkatnya ketegangan, yang diperburuk oleh referendum kontroversial di Venezuela pada akhir pekan, para pejabat Guyana dan Venezuela sepakat pada hari sebelumnya untuk menjaga "saluran komunikasi tetap terbuka."

Di Caracas, pemerintah mengatakan diplomat utamanya Yvan Gil melakukan panggilan telepon dengan timpalannya dari Guyana Hugh Todd "untuk membahas masalah sengketa wilayah."

Diskusi tersebut berlangsung atas permintaan Guyana, katanya dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, tentara Brasil mengatakan pihaknya memperkuat kehadirannya di kota utara Pacaraima dan Boa Vista sebagai bagian dari upaya "untuk menjamin wilayah tersebut tidak dapat diganggu gugat."

Sementara Amerika Serikat mengatakan pihaknya mengamati dengan cermat situasi tersebut.

"Ini memprihatinkan, kami mengamati hal ini dengan sangat, sangat, sangat cermat," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada wartawan.

Perselisihan yang sudah berlangsung lama mengenai Essequibo, yang mencakup sekitar dua pertiga wilayah Guyana, semakin meningkat sejak ExxonMobil menemukan minyak di sana pada 2015.

Pada Selasa, Caracas mengusulkan rancangan undang-undang untuk membentuk provinsi Venezuela di Essequibo dan memerintahkan perusahaan minyak negara untuk mengeluarkan izin untuk mengekstraksi minyak mentah di wilayah tersebut.

Didorong oleh banyaknya suara "ya" dalam referendum kontroversial mengenai nasib Essequibo yang diadakan pada hari Minggu, Presiden Venezuel Nicolas Maduro juga memberikan ultimatum kepada perusahaan-perusahaan minyak yang bekerja di bawah konsesi yang dikeluarkan Guyana untuk menghentikan operasinya dalam waktu tiga bulan.

Presiden Guyana Irfaan Ali menyebut pernyataan Maduro sebagai "ancaman langsung" terhadap negaranya dan mengatakan dia akan meminta keringanan dari Dewan Keamanan PBB.

Angkatan bersenjata Guyana dalam keadaan "waspada," Ali menambahkan dalam pidato yang jarang dilakukan di negara itu pada Selasa malam, dan telah melakukan kontak dengan "mitra" termasuk Amerika Serikat.

Perlindungan Wilayah Nasional

Venezuela pada Rabu juga mengkonfirmasi bahwa mereka telah menangkap seorang warga negara Amerika - Savoi Jadon Wright - atas tuduhan "berkonspirasi" dengan ExxonMobil untuk menghentikan referendum hari Minggu. Media AS menyebutkan penangkapan itu terjadi pada 24 Oktober.

Jaksa Agung Tarek William Saab mengatakan penasihat Donald Trump bernama Damian Merlo dan anggota oposisi Venezuela juga terlibat dalam "komplotan" tersebut, meski belum ditangkap.

Kementerian Luar Negeri Venezuela juga menuduh Ali memberikan "lampu hijau" bagi kehadiran militer Amerika Serikat di Essequibo, "yang secara de facto dipertahankan oleh Guyana."

Essequibo adalah tempat tinggal 125.000 dari 800.000 warga Guyana.

Litigasi masih menunggu keputusan di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag mengenai di mana seharusnya perbatasan wilayah tersebut berada.

Pekan lalu, dua hari sebelum referendum, ICJ memerintahkan Venezuela untuk "menahan diri dari mengambil tindakan apa pun yang dapat mengubah situasi yang saat ini terjadi di wilayah yang disengketakan."

Namun mereka tidak mengabulkan permintaan mendesak Guyana untuk menghentikan referendum hari Minggu.

Guyana, bekas jajahan Inggris dan Belanda, bersikeras bahwa perbatasan Essequibo ditentukan oleh panel arbitrase pada tahun 1899.

Namun Venezuela - yang tidak menerima yurisdiksi ICJ dalam masalah ini - mengklaim Sungai Essequibo di sebelah timur wilayah tersebut merupakan perbatasan alami yang diakui sejak tahun 1777.

Caracas mengadakan referendum setelah Guyana mulai melelang blok minyak di Essequibo pada bulan Agustus.

Para pemilih Venezuela diminta menjawab lima pertanyaan, termasuk apakah Venezuela harus menolak keputusan arbitrase tahun 1899 serta yurisdiksi ICJ.

Mereka juga ditanya apakah kewarganegaraan Venezuela harus diberikan kepada orang-orang dari "Negara Bagian Guyana Esequiba" yang baru - yang saat ini adalah orang Guyana.

Para pejabat di Caracas mengatakan 95 persen pemilih mendukung langkah tersebut.

Ketika ditanya tentang perselisihan tersebut, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres di New York mengatakan "Sekretaris Jenderal sangat mendukung penggunaan cara damai untuk menyelesaikan perselisihan internasional."

Baca Juga: