JAKARTA - Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) menganugerahkan penghargaan untuk mahakarya luar biasa kepada empat sosok berprestasi dengan kategori berbeda.

Rekor MURI pertama diberikan untuk film garapan sutradara Kamila Andini yang dapat dinikmati di layanan streaming Prime Video dengan mengangkat isu-isu berkaitan dengan perempuan, termasuk transisi sejarah berdirinya Indonesia. Sehingga diharapkan dapat mempengaruhi pola pikir perempuan ketika mengetahui sejarah bangsa ini.

Film yang diproduksi Fourcolours Films dan Titimangsa Foundation itu akan dibintangi aktris Happy Salma, Ibnu Jamil, Arswendy Beningswara Nasution, dan Laura Basuki.

"Suatu kehormatan bagi saya, terutama ketemu lagi dengan pak Jaya Suprana (pendiri MURI), seorang sangat jenius, cerdas, banyak hal melakukan untuk Indonesia," kata Produser Film Jais Darga di Galeri MURI Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (16/9).

Diungkapkannya, Film berjudul "Before, Now & Then" (Nana) menjadi kado terakhir yang dipersembahkan untuk almarhumah ibundanya Raden Nana Sunani yang wafat tiga tahun lalu.

Kenapa dia membuat film di Indonesia dengan berbahasa Sunda? Karena, kata Jais Darga, ia ingin memperlihatkan bahwa inilah Sunda yang sebetulnya.

"Karena orang Sunda sendiri terkenalnya dengan bodor-bodoran, jadi kalau orang Sunda bertemu lebih dua orang pasti heboh. Saya ingin memperlihatkan kepada generasi muda bahwa ini lho Sunda seperti itu," ujarnya.

Film ini berdasarkan roman biografi dirinya yang berjudul "Jais Darga Namaku" yang menceritakan tentang telor darimana Jais asal muasalnya.

Rekor MURI kedua diberikan kepada karya memasak secara daring oleh keluarga terbanyak yakni mencapai 1.245 peserta. Rekorisnya ialah Nizamia Andalusia School Jakarta.

Penghargaan ketiga diberikan terhadap buah karya yang mengusung konsep Wakaf Aplikasi Ekosistem Masjid Pertama. Rekorisnya ialah GEW Foundation.

Rekor MURI keempat dipecahkan seorang remaja Indonesia pertama yang meluncurkan donasi sumbangan melalui platform NFT bagi penyandang disabilitas. Rekorisnya ialah Rainier Wardhana Hardjanto.

Rainier Wardhana Hardjanto (16), tiga tahun lalu tersentuh saat melihat anak-anak tuna rungu, tuna wicara, anak dengan kondisi sindroma down. Namun mereka selalu memperlihatkan wajah gembira dan tulus.

Rainier yang saat itu baru memasuki masa remaja datang ke acara yang diadakan Yayasan ISDI (Ikatan Sindroma Down indonesia) dan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome).Acaradigelar untuk memperingati Hari Down Syndrome Dunia tahum 2019.

Lantas, pemuda yang menjadi pendiri dan pionirNFTamal pertama di Indonesia ini pun menyumbangkan 9 lukisannya di acara bertema Lelang Amal untuk membangun Training Centrekepada anak-anak down syndrome yang diadakan di Plaza Indonesia.

Rainier mengakusangat terkesan saat berkenalan dengan anak-anak down syndrome yang dibawa oleh orang tua mereka masing-masing.

"Semua rekornya menarik," ucap Penggagas Museum Rekor Indonesia Jaya Suprana. Kategori rekor MURI itu terdiri dari kemanusiaan, seni budaya, dan pendidikan.

"Kami bangga hari ini bertemu dengan orang-orang hebat, orang kreatif dan tangguh yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa. Indonesia butuh orang-orang seperti yang terpilih hari ini, supaya bangsa kita tidak ketinggalan bangsa lain," ujar Jaya Suprana didampingi Direktur Utama MURI Aylawati Sarwono.

Baca Juga: