JAKARTA - Glaukoma merupakan kondisi neuropati optik progresif yang disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan di dalam bola mata. Kondisi ini dapat merusak saraf optik dan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan, bahkan kebutaan.

Gangguan ini dapat dialami oleh usia berapa pun, namun seiring peningkatan faktor risiko, kondisi ini banyak dialami oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. Hal ini menjadikan glaukoma sebagai penyebab kebutaan tertinggi kedua setelah katarak.

Yang perlu diperhatikan kondisi medis tersebut nyaris tanpa gejala, sehingga glaukoma berpotensi berdampak yang lebih fatal berupa kebutaan permanen dibanding katarak. Pasalnya setelah terkena tidak dapat direhabilitasi, hanya bisa dicegah dampak fatalnya saja.

Di negara berkembang, 90 persen kasus glaukoma tidak terdeteksi. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sekitar satu milyar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap kesehatan mata karena distribusi yang tidak merata.

Head of Glaucoma Service, JEC Group Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K) mengatakan, diperkirakan pada 2020, penderita glaukoma di dunia mencapai 80 juta orang berdasarkan dari estimasi dari perkembangan grafik. Pada 2040 hampir 111,8 juta penduduk yang akan menderita glaukoma, dan 8 juta diantaranya akan mengalami kebutaan.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi glaukoma di Indonesia diperkirakan sebesar 0,46 persen, atau setara 4-5 orang tiap 1.000 penduduk. Sebesar 80 persen kasus glaukoma tidak memiliki gejala, kebanyakan pasien terdiagnosa secara tidak sengaja saat tes kesehatan atau di saat skrining.

"Namun jika muncul gejala sakit kepala hebat, pandangan tiba- tiba kabur, mual, muntah, dan kesakitan hebat, masyarakat perlu waspada," katanya melalui keterangan tertuli baru-baru ini.

Pasien yang menderita glaukoma akut, memiliki waktu 2 x 24 jam untuk segera menurunkan tekanan bola mata, jika terlambat, kelainannya akan menjadi permanen. Oleh karenanya, JEC Group terus berkomitmen untuk memberi edukasi kepada masyarakat terkait bahaya glaukoma dan pentingnya deteksi dini glaukoma.

"Sehingga, kami selalu menghimbau agar masyarakat melakukan skrining dini glaukoma secara berkala," tambah Prof Widya.

JEC Group sudah lebih dari 40 tahun telah menjangkau masyarakat Indonesia untuk memudahkan akses dan mendekatkan pelayanan kesehatan mata yang berkualitas. Hal ini diiringi dengan hadirnya 15 cabang JEC Group di berbagai daerah di Jabodetabek dan luar Jabodetabek.

Sebagai wujud komitmen JEC Group dalam turut serta mencegah dampak kebutaan permanen akibat glaukoma, JEC hadir dengan layanan JEC Glaucoma Service. Layanan ini terdiri dari 20 Dokter Mata Subspesialis Glaukoma, dengan 10 dokter di wilayah Jabodebek dan 10 dokter di wilayah non-Jabodebek.

Kegiatan Edukasi

Dalam rangka memperingati Pekan Glaukoma Sedunia pada 10-16 Maret 2024, JEC Group menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan tema Gerakan Sadar Glaukoma. Tujuannya untuk menyelamatkan kualitas hidup.

"Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terkait glaukoma yang tidak dapat direhabilitasi dan upaya pencegahan kebutaan akibat glaukoma, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya deteksi glaukoma sedini mungkin," ucapnya.

Kegiatan yang dilakukan JEC Group diantaranya yaitu Radio Talkshow tentang bertema Gerakan Sadar Glaukoma Guna Menyelamatkan Penglihatan dan Kualitas Hidup, Seminar Dokter Umum tentang Tantangan Diagnosa Glaukoma di Masyarakat, dan Skrining Tekanan Bola Mata Gratis untuk masyarakat luas.

Edukasi Masyarakat melalui program Internal Customer Discussion, yaitu edukasi di ruang tunggu RS/Klinik oleh Patient Education Center, video edukasi tentang glaukoma dari para ahli, dan JEC Podcast tentang kesadaran akan glaukoma sebagai penyakit mata kebutaan nomor dua di dunia yang tidak dapat disembuhkan, namun bisa dicegah.

Baca Juga: