Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi tingginya angka kehamilan perempuan di Indonesia.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi tingginya angka kehamilan perempuan di Indonesia.

"Pendidikan itu penting. Berdasarkan data, orang berpendidikan lebih rendah cenderung lebih tinggi angka kehamilannya. Hati hati kepada yang berpendidikan rendah, ekonomi rendah, tinggal di pelosok, apabila hamil terlalu sering, jaraknya terlalu dekat, maka dapat berisiko melahirkan bayistunting," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/11).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kata dia, jarak kelahiran pada perempuan memiliki batas ideal sehingga penting program kontrasepsi atau KB setelah ibu melahirkan anak pertama.

"Kalau kurang dari 15 bulan melahirkan sudah ada kehamilan lagi, maka berpotensi meningkatkan tiga kali lipat angka kematian bayi. Jarak ideal menurut WHO itu 36 bulan. Oleh karena itu penting merencanakan KB yang tepat. Jangan juga di atas lima tahun kalau masih mau punya anak lagi," ujar dia.

Jarak kelahiran yang terlalu dekat tidak hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik anak, tetapi juga memberikan dampak mental yang buruk bagi mereka pada masa depan.

"Dengan pendeknya jarak kelahiran antar anak, kebutuhan emosinya bisa terpengaruh, sehingga anak cenderung memiliki mental yang rendah. Hal ini dapat mengakibatkan dia menjadi orang yang toksik atau berpotensi merugikan orang-orang di sekitarnya pada saat dewasa," tutur Hasto.

Kepala BKKBN juga mengingatkan permasalahan gangguan mental dan emosional di Indonesia saat ini tengah mengintai masa depan generasi bangsa.

"Selainstunting, ada masalah gangguan mental dan emosional. Saat ini dari 100 orang remaja, ada 9,8 persen remaja yangerror, lalu tujuh dari 1.000 orang dinyatakan memiliki gangguan jiwa. Kemudian, yang terjebak kasus narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) ada 5,1 persen," papar dia.

Hal itu, lanjutnya, sangat berdampak pada angka perceraian tinggi yang berdasarkan data ada 581 ribu keluarga yang bercerai pada tahun 2021. Selain itu para remaja juga rentan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat (toxic relationship). Karena itu, kata dia, penting pendidikan kepada anak dalam keluarga dengan asah, asih, dan asuh.

"Asah yakni diajari ilmu agama yang baik, asih yaitu dikasihi dengan sebaik-baiknya, dan asuh dengan diimunisasi, kemudian diberikan perlindungan yang baik," kata Hasto. Ant/I-1

Baca Juga: