Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa kelas orang tua hebat yang diinisiasi oleh BKKBN merupakan salah satu upaya untuk mengurangi angka perceraian di Indonesia.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa kelas orang tua hebat yang diinisiasi oleh BKKBN merupakan salah satu upaya untuk mengurangi angka perceraian di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Hasto pada diskusi bersama media di Jakarta pada Jumat (22/9) lalu terkait kolaborasi pelayanan Keluarga Berencana (KB) dalam percepatan penurunanstunting.

"Program BKKBN ada Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan yang utama kelas orang tua hebat yang juga kita selenggarakan secara virtual, ini langkah konkret agar tidak membuat anak stres, biar kekerasan dalam rumah tangganya menurun," kata Hasto.

Ia pun menegaskan, melalui kelas orang tua hebat ini, BKKBN berupaya untuk tidak hanya membangun keluarga dari sisi raganya saja, tetapi juga dari segi jiwanya.

"Program BKKBN sekarang sudah bergeser sekarang ke kualitas, jadi meskipun jumlah anak sedikit, tetapi badannya harus tinggi agar tidakstunting, tapi itu kualitas yang masih sangat kebendaan dan kualitatif, otaknya bagus, tapi belum memikirkan jiwanya. Fokus kita ke depan, jiwanya yang harus kita bangun," ucap Hasto.

Ia juga menanggapi kasus perceraian yang masih tinggi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ada 2.000 pasangan yang bercerai selama satu semester di tahun 2023.

"Perceraian cukup tinggi, dalam semester pertama 2023 sudah ada 2.000 yang cerai. Ini baru yang cerai, belum lagi yang keluarganya tidak harmonis, jadi ini puncak gunung esnya. Penyebab utama perceraian, 70 persen itu karena perbedaan pendapat antara suami dan istri, sepele," ujar Hasto.

Selain perbedaan pendapat, menurut Hasto, permasalahan ekonomi juga menjadi faktor yang banyak menimbulkan perceraian di Indonesia.

"Sebab kedua, itu karena faktor ekonomi, termasuk judi, jadi gara-gara rendahnya faktor ekonomi ini, dia terpikir untuk judi. Saya yakin dia tidak sempat berpikir menggunakan uangnya untuk hal-hal yang positif, tidak bisa mengoptimalkannya, misal untuk memikirkan gizi keluarga," kata dia.

Hasto pun memaparkan bahwa judi termasuk salah satu gangguan mental dan emosional yang kerap dialami oleh generasi milenial saat ini, karena berdasarkan data yang disampaikan Hasto, saat ini setiap 9 dari 100 orang menderita gangguan mental.

"Jadi kalau dulu pertama kali BKKBN fokus membangun kuantitas dengan menekan jumlah penduduk, kemudian fokus kedua beberapa tahun ini kita membangun kualitas penduduk, dan yang ketiga, fokus kita mulai tahun depan yakni pembangunan jiwa," ujar dia.

Hasto lalu berpesan kepada seluruh tim pendamping keluarga yang terdiri dari para bidan, tim pendamping PKK, dan kader untuk menguatkan program revolusi mental dan pembangunan jiwa ini hingga ke tingkat RT/RW, sehingga keluarga Indonesia bisa lebih siap menghadapi persaingan global di masa depan. Ant/I-1

Baca Juga: