University of Oxford termasuk paling maju dalam pengembangan vaksin untuk penyakit Covid-19. Vaksin yang dikembangkan bersama perusahaan farmasi AstraZeneca tersebut mampu menumbulkan repons kekebalan yang kuat pada peserta uji klinis.

Di seluruh dunia sendiri ada sekitar 150 pengembangan vaksin korona, termasuk di di dalamnya dari Pfizer. Namun, kandidat vaksin dari Oxford sejauh ini dinilai paling banyak dipuji.

Oxford sendiri melakukan pengujian sejak April 2020 dengan nama vaksin AZD1222. Vaksin ini diadaptasi dari virus flu biasa yang ditemukan pada simpanse, dengan spike glycoprotein, bahan genetik dari virus korona baru, ditambahkan ke dalamnya.

Vaksin AZD1222 menggunakan virus yang dimodifikasi untuk mengirimkan instruksi genetik ke sel untuk menginduksi respons kekebalan terhadap virus korona baru yang menyebabkan Covid-19.

Antara April dan Mei 2020, total terdapat 1.077 baik pria maupun wanita dewasa yang sehat berusia antara 18 dan 55 di lima pusat Inggris untuk diuji coba Fase I dan II. Ini dilakukan secara acak dan terkontrol dari vaksin eksperimental.

Pada tahap I, vaksin menginduksi pada antibodi penetral, jenis yang menghentikan virus yang menginfeksi sel pada 91 persen individu, satu bulan setelah diinfeksi satu dosis. Tingkat ini setara dengan antibodi yang diproduksi oleh orang yang selamat dari infeksi Covid-19 (tolok ukur utama potensi kesuksesan).

Tonggak Penting

Kepala Penyelidik Studi Oxford, Andrew Pollard, mengatakan, "Kami berada di tonggak penting dalam upaya menemukan antivirus korona. Para peneliti sekarang bergerak cepat untuk mencoba mengevaluasi apakah vaksin benar-benar melindungi warga dengan uji coba skala besar," ujar Pollard seperti dilansir Al Jazeera.

Sementara itu, Kepala Penelitian AstraZeneca, Mene Pangalos, mengatakan, uji coba tahap III yang telah dilakukan, meningkatkan keyakinan bahwa vaksin akan bekerja. Hal ini memungkinkan untuk melanjutkan rencana memproduksi vaksin dalam skala besar.

Uji coba tahap III yang sudah berlangsung di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil, untuk mengamati dosis optimal dan seberapa besar perlindungan yang dimiliki orang yang divaksinasi ketika benar-benar terpapar virus korona. Uji coba tahap akhir juga akan dimulai di Amerika Serikat, yang menjadi persebaran terbesar virus korona.

Sebelum dapat disetujui untuk produksi massal dan distribusi secara global, vaksin harus sukses melewati tiga tahap (terkadang empat), uji klinis pada manusia. Memprovokasi reaksi kekebalan adalah bagian pertama dari pengembangan vaksin. "Jalan masih panjang," kata Peneliti Utama Oxford, Sarah Gilbert.

Sebab para peneliti masih perlu melihat kinerja vaksin pada orang tua yang lebih berisiko terkena penyakit parah daripada orang yang telah divaksinasi dalam penelitian ini.

Menurut profesor epidemiologi dan kedokteran di Universitas Columbia, Wafaa el-Sadr, jangka waktu enam bulan ke depan kemungkinan akan menentukan apakah vaksin aman dan efektif untuk diproduksi massal.

AstraZeneca telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah di seluruh dunia untuk memasok vaksin, jika mendapat persetujuan. Dia akan memproduksi dan memasok lebih dari dua miliar dosis suntikan. Dari jumlah itu, 300 juta dosis dialokasikan untuk AS. hay/G-1 *

Baca Juga: