JAKARTA - Pandemi Covid-19 dikhawatirkan menjadi hiperendemi. Semua pihak harus bekerja sama menghindarkan terjadinya hiperendemi. Tanpa kewaspadaan dan komitmen semua pihak, transisi pandemi menuju endemi sulit terealisasi. Demikian disampaikan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, di Jakarta, Rabu (9/15).

"Kalau longgarnya kebablasan, bisa-bisa malah menjadi hiperendemi, alih-alih menuju endemi," ujarnya. Dia mengingatkan, "mengakhiri" pandemi bukan berarti SARS-CoV-2 akan hilang dan tidak ada kasus baru.

Menurut Zubairi, pandemi influenza H1N1 pada tahun 1918 menjadi endemi dan muncul dalam wabah musiman yang lebih kecil pada 40 tahun berikutnya. Kemudian, wabah SARS-CoV-1 yang mewabah sejak 2002 berhenti sampai Juli 2003, sempat ditemukan pada 2004 di Tiongkok.

"Artinya kita harus menyesuaikan diri dengan pola pikir baru, yaitu hidup dengan SARS-CoV-2," jelasnya.

Zubairi sendiri menyetujui rencana transisi dari pandemi ke endemi. Menurutnya, situasi yang membaik ini momentum pas untuk mempersiapkan transisi. Meski begitu, dia mengingatkan banyak faktor yang harus dipenuhi. Di antaranya, jumlah penularan, kasus, dan kematian beserta polanya. Juga soal durasi perlindungan dari vaksinasi dan infeksi alami.

Dia menyebut, faktor-faktor ini berbeda di tiap daerah. Apalagi masih ada ketimpangan faskes dan serapan vaksinasi yang bervariasi serta ketersediaannya. "Kita harus mempersiapkan juga kapasitas layanan kesehatan untuk mengelola lonjakan kasus masa depan. Mitigasi ini harus ada," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan skenario transisi dari pandemi ke endemi. Salah satunya bisa dilakukan jika tak ada lagi lonjakan kasus dalam negeri.

Baca Juga: