Harus diakui, banyak daerah yang punya keterbatasan fiskal. Banyak daerah yang masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat untuk membiayai pembangunannya di daerah. Ini tak boleh dibiarkan terus-menerus. Harus ada terobosan yang bersifat nonkonvensional untuk mengatasi keterbatasan fiskal.

Untuk mengupas itu lebih mendalam, wartawan Koran Jakarta berkesempatan mewawancarai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Reydonnyzar Moenek. Dalam wawancara yang dilakukan via telepon, mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang berencana maju dalam pemilihan gubernur di Sumatera Barat ini banyak bicara soal pengelolaan APBD dan terobosan yang perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan fiskal sebuah daerah. Berikut petikan wawancaranya.

Anda pernah menjadi Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, seperti apa potret fiskal daerah di Indonesia?

Baik. Saya contohkan Sumatera Barat, sebagai ilustrasi saja. Karena banyak daerah yang punya keterbatasan fiskal. Potret fiskal pemerintah daerah di Sumbar sangat terbatas. Kondisi sekarang, pemda itu tidak bisa lagi mengandalkan transfer dana perimbangan. Hampir rata-rata secara nasional, Dana Alokasi Umum daerah menempati porsi di antara 91-93 persen berasal dari transfer dana perimbangan. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) terbatas.

Jadi, apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah?

Ke depan, yang harus didorong meningkatkan kapasitas fiskal daerah salah satunya melalui Rancangan Undang Undang (RUU) tentangan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Jadi, salah satu pintu masuknya melalui DPD RI, di mana proses RUU ini sedang bergulir sekarang. Misalnya jika Pemerintah Daerah Sumbar jika ingin memperbaiki kapasitas fiskalnya, harus mendorong RUU ini berpihak kepada kepentingan daerah Sumbar. Kalau tidak, dalam skala nasional, Sumbar terbatas fiskalnya tidak dibandingkan dengan daerah lain. Ini juga berlaku untuk pemerintah daerah lainnya.

Ada langkah lain untuk mengatasi keterbatasan fiskal ini?

Pemda di Sumbar atau pemda lainnya ya harus mencari faktor lain untuk meningkatkan kapasitas fiskalnya. Saya menggagas pembiayaan daerah melalui nonkonvensional, yang bisa saja diwujudkan melalui kerja sama pemerintah melalui badan usaha. Jadi, kita tidak boleh mengandalkan APBD semata yang konvensional.

Ketidakmampuan pemda saat ini terkait keterbatasan menyediakan fisibility studies (FS) proyek yang layak dibiayai secara perbankan. Jadi harus ada terobosan. Pemda di Sumbar atau pemda lainnya harus didorong untuk mencari sejumlah terobosan untuk mengatasi keterbatasan fiskal yang dialami.

Anda selalu menekankan good governance dalam pengelolaan keuangan daerah. Bisa dijelaskan tentang ini?

Ya, good governance melalui pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya membangun semangat demokrasi dan demokratisasi. Jadi, pengelolaan keuangan daerah itu harus dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya publik yang menyangkut hak keuangan, termasuk penggunaan APBD. Pemahaman ini penting bagi kita semua. Tidak hanya pejabat daerah, tetapi juga termasuk kepala daerah yang dituntut menggunakan keuangan daerah dengan baik dan benar.

Anda katakan banyak daerah yang pendapatannya terbatas. Bagaimana cara menggali potensi sumber pendapatan daerah agar meningkat?

Ya, perlu terobosan, ide-ide cemerlang dalam pengelolaan keuangan daerah. Daerah tidak bisa lagi dikelola dengan cara cara tradisional mengharapkan pajak dan retribusi daerah atau mengharap turunnya dana perimbangan. Perlu adanya management asset, managemen fiskal, penguatan sumber daya manusia, dan penegakan hukum yang tegas jika terjadi penyimpangan. agus supriyatna/AR-3

Baca Juga: