RTH berperan penting membantu menyerap emisi hasil kendaraan maupun industri sehingga saat hujan turun dapat meluruhkannya ke tanah.

JAKARTA - Kualitas udara di DKI Jakarta memprihatinkan. Jika merujuk pada US Air Quality Index (AQI), udara yang dihirup oleh masyarakat Ibu Kota sudah berada pada level tidak sehat.

Data yang dikeluarkan oleh AirVisual, Minggu (28/7) sekitar pukul 08.00 WIB menunjukkan kualitas udara di Ibu Kota berada pada angka 189 dan masuk dalam kategori tidak sehat dengan parameter PM2.5 konsentrasi 128,5 ug/m3.

Kualitas udara di Ibu Kota Jakarta hingga pukul 15.00 WIB masih dalam kategori tidak sehat yaitu 158 dengan parameter PM2.5 konsentrasi 68,5 mikrogram per meter kubik berdasarkan US Air Quality Index (AQI) atau kualitas udara. Jika dibandingkan dengan kualitas udara pagi pukul 08.00 WIB, kondisi kualitas udara terus mengalami perubahan ke arah baik meskipun masih berada dalam kategori tidak sehat.

Artinya, saat masyarakat Jakarta tengah asyik melakukan rutinitas Car Free Day (CFD), tanpa sadar mereka menghirup udara yang kotor yang tidak sehat. Bahkan, kondisi tersebut lebih parah pada pukul 06.04 WIB dengan mencapai angka 195.

Terdapat beragam persoalan yang mengakibatkan kualitas udara di Ibu Kota terus memburuk. Hal itu di antaranya terkait dengan jumlah kendaraan pribadi maupun umum, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah sembarangan, pembangunan konstruksi bangunan, dan aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok.

Selain beberapa contoh itu, masih banyak faktor lain yang turut memperburuk kualitas udara di Jakarta. Namun, walaupun kualitas udara berada pada level tidak sehat, sejumlah masyarakat di Ibu Kota sepertinya tidak begitu peduli.

Mereka memilih tetap melaksanakan rutinitas CFD di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Sudirman dengan berbagai aktivitas olahraga, di antaranya maraton, bersepeda, dan senam. "Mau bagaimana lagi? Saya bersama keluarga tidak punya banyak pilihan terkait lokasi Car Free Day," kata warga Jakarta Selatan, Gusbeen di sela-sela aktivitas olahraganya.

Apalagi, CFD merupakan salah satu momen bersama keluarga untuk berolahraga di tengah kesibukan rutinitas sehari-hari. Meski tidak mengetahui persis kondisi udara di Jakarta, dia berharap pemerintah bisa mengatasi polusi udara tersebut.

Ia berharap hal itu dapat diwujudkan pemerintah dengan langkah memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) sehingga dapat menghasilkan oksigen yang baik untuk mengatasi persoalan kualitas udara.

Upaya Pemda

Terkait dengan polusi udara di Ibu Kota yang terus berubah-ubah dan memprihatinkan, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengatakan bahwa Jakarta pernah dinobatkan sebagai kota dengan pencemaran udara tertinggi ketiga dunia setelah Meksiko dan Bangkok pada tahun 1994 hingga 1995.

Direktur KPBB, Ahmad Safrudin, meminta pemerintah menerapkan standar baku mutu kualitas udara sebagaimana yang diterapkan oleh World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia. "Setidaknya setara dengan standar kesehatan yang diterapkan WHO," katanya.

Namun, setahun belakangan kondisi Ibu Kota malah memburuk dengan makin seringnya Jakarta menyandang gelar sebagai kota paling tercemar di dunia. Akibat kualitas udara tersebut, muncul berbagai ancaman di sektor kesehatan mulai dari ISPA, iritasi mata dan kulit, alergi jantung koroner, kanker, gangguan fungsi ginjal, hingga kematian dini. pin/Ant/P-5

Baca Juga: