Petani Sawit di Siak, Riau menjerit karena harga pupuk selangit. Dengan harga TBS saat ini tak mampu menutupi biaya pupuk dan kebutuhan lain.
SIAK - Petani Sawit di Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak, Provinsi Riau makin merasa tertekan akibat semakin tingginya harga pupuk. Mereka setidaknya harus mengeluarkan Rp12 juta sekali empat bulan jika ingin hasil panen normal.
Mereka terpaksa membeli pupuk jenis NPK non subsidi hingga Rp800 ribu per karung (sak) dan urea Rp450 ribu per sak. Sedangkan dengan harga tandan buah sawit (TBS) mencapai Rp2.000-2.500 di pasaran tidak sanggup menutupi biaya pupuk serta kebutuhan lainnya.
Seorang Petani Plasma Kampung Bukit Harapan, Kecamatan Kerinci Kanan, Saepi (57) mengaku saat ini dirinya hanya menghasilkan 1,5 ton per bulan dari 2 ha kebunnya dengan harga TBS Rp2.400/kg. Hasil ini jauh dari yang biasanya didapati ketika masih mendapatkan pupuk subsidi yakni 8 ton satu bulan.
"Saya tergabung di kelompok tani Mekar Jaya, tahun 2021 ada kuota pupuk subsidi 40 sak satu tahun, tapi sejak 2022 sampai sekarang tak ada lagi," ujarnya di Kerinci Kanan, Kamis (9/2).
Sama halnya dengan petani Kampung Delima Jaya, juga di Kecamatan Kerinci Kanan, Maryanto. Dia mengaku hanya 2,7 ton satu bulan dari sebelumnya bisa 6 ton."Sekarang pupuk ala kadarnya saja," sebutnya.
Jika petani plasma saja sudah mengeluh, nasib petani mandiri jauh lebih sulit lagi. Seperti yang dialami Alfian Tanjung, Ketua Kelompok Tani Siak Berkah Mandiri di Desa Dayun, Kecamatan Dayun.
Alfian menceritakan, sejak dirinya menjabat sebagai ketua kelompok tani 5 tahun lalu, sampai saat ini tercatat 64 orang anggotanya. Dimana, jumlah lahan sawit dikelola sekitar 138 hektar.
"Yang saya sesalkan, kenapa harga TBS dari kelompok tani swadaya mandiri seperti kami ini harga jual lebih murah dari harga tim dan plasma. Padahal, sama-sama buah sawit yang dimanfaatkan pemerintah untuk CPO," ujarnya.
Dia mencontohkan, untuk harga TBS pekan ini yang diumumkan Pemerintah Provinsi Riau mencapai Rp2.400/kg. Tapi harga TBS petani mandiri cuma dibayar Rp2.000. Terlebih lagi pihaknya juga tak pernah mendapatkan pupuk subsidi.
Dia menjelaskan, pupuk jenis urea biasanya digunakan sampai buah sawit berusia 5 tahun. Harga pupuk urea subsidi Rp140 ribu per sak (berat 50 kg), sedangkan non subsidi Rp400 ribu.
Setelah buah sawit berusia 5 tahun atau sudah berbuah pasir, lanjut Alfian, digunakan pupuk jenis NPK dan KCL. Pupuk ini bermanfaat agar mendapatkan buah yang bagus dan banyak.
"Petani swadaya mandiri sering mengeluhkan mahalnya harga pupuk jenis NPK dan KCL. Saat ini, jenis NPK harga pupuk subsidi Rp240 ribu per sak, non subsidi Rp800-Rp900 ribu. Selisihnya sampai Rp500 ribu per sak," jelasnya.
Pupuk jenis NPK ini digunakan petani 4 bulan sekali. Alfian mengatakan, untuk lahan sawit 2 hektare, dibutuhkan sekitar 35-40 sak pupuk untuk setahun. "Akibat mahalnya harga pupuk, akhirnya petani swadaya mandiri terus menjerit. Sementara, pupuk subsidi tak pernah kita nikmati," kata Alfian.
Menurutnya, setiap kecamatan di Kabupaten Siak memiliki satu distributor pupuk bersubsidi. Distributor yang ditunjuk pemerintah itu bertanggung jawab untuk mendistribusikan pupuk subsidi kepada petani, melalui pengecer (kios).
"Setahu saya, setiap kecamatan ada distributor pupuk bersubsidi. Tapi untuk di Dayun, saya nggak pernah tahu. Bagaimana bisa mendapatkan pupuk subsidi, dilibatkan saja kita tak pernah. Buktinya, di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tidak ada nama kelompok tani saya. Sudah sering disampaikan ke Kepala Desa dan pihak kecamatan, tapi sampai sekarang tak digubris," tukasnya.