Selain struktur biaya yang tidak transparan, ada juga provider yang banyak mengakali PCR di lapangan.

JAKARTA - Pemerintah tak perlu memberikan subsidi terhadap harga PCR yang oleh Presiden diturunkan ke harga 300 ribu rupiah dari sebelumnya 495 ribu rupiah. Karena itu, permintaan pelaku usaha untuk memberikan subsidi terhadap PCR tak perlu diikuti.

Di sisi lain, pemerintah diminta lebih transparan menginformasikan komponen harga PCR. Apalagi sebelum diturunkan ke harga 495 ribu rupiah, harga tes PCR mencapai 900 ribu rupiah atau bahkan hingga di atas satu juta rupiah. Saat itu, pemerintah begitu mudah menurunkan harga PCR sehingga memantik pertanyaan sejumlah kalangan bahwa selama ini pelaku usaha meraup keuntungan banyak dari bisnis ini.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Rizal Edy Halim, menegaskan harga PCR ini tentu sangat bisa diturunkan ke harga 300 ribu rupiah. "Itu rata-rata dan sangat dimungkinkan. Dan tidak perlu dengan harga tersebut ada subsidi, hanya memang tingkat keuntungan para pelaku usaha diturunkan atau tidak terlalu tinggi," ucapnya pada Koran Jakarta, Rabu (27/10).

Rizal Edy berpandangan langkah pemerintah ini membantu masyarakat bersama pelaku usaha sektor lainnya untuk kembali bangkit setelah terpukul oleh pandemi selama dua tahun terakhir. BPKN sebagai lembaga pemerintah yang langsung bertanggung jawab ke Presiden melihat penurunan harga PCR bisa meringankan beban konsumen.

Tingginya harga PCR selama ini, terang Rizal Edy, menimbulkan sejumlah pertanyaan di konsumen atau masyarakat.

"Selama ini selisih keuntungan di antara harga PCR itu dinilai sangat berlebihan. Tentunya para penyedia jasa tes PCR, baik pelaku usaha, industri kesehatan, dan Kementerian Kesehatan dapat menjelaskan struktur biaya PCR test," ucapnya.

BPKN-RI menilai kementerian terkait, dalam hal ini Kemenkes, untuk menjelaskan semua komponen biaya sehingga rasionalisasi harga tes PCR bisa dikomunikasikan kepada publik secara efesien dan efektif. Selain itu, industri juga perlu mendukung arahan Presiden dengan segera melakukan penyesuaian di pasar.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai harga PCR sebenarnya masih bisa lebih turun lagi ke harga 200 ribu rupiah. Para penumpang perjalanan udara, lanjut dia, sangat terbebani dengan aturan PCR ini.

"Selain struktur biaya PCR yang tidak transparan. Ada juga provider yang banyak mengakali PCR di lapangan. Ada PCR ekspres yang harganya tiga kali lipat dari harga PCR normal," tegas Tulus.

Bantuan Pemerintah

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang GCG & CSR, Suryani Motik, mengatakan agar harga tes PCR bisa diturunkan maka harus dibantu pemerintah. "Harus ada subsidi dari pemerintah," ucapnya

Dia mengatakan saat margin yang diterima oleh pengusaha dari PCR mencapai 50-60 persen, namun itu belum memasukkan komponen jasa pelayanan biaya operasional, tenaga kesehatan, dan dokter yang diperlukan dalam memproses sampel serta memvalidasi hasil PCR.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan tak ada rencana pemerintah memberikan subsidi terhadap harga tes PCR.

Baca Juga: