Gejolak komoditas global diperkirakan masih berlanjut tahun ini seiring masih terganggunya pasokan minyak mentah dunia akibat dampak krisis geopolitik.

JAKARTA - Pemerintah memperkirakan gejolak harga komoditas global masih berlanjut ke depan. Pemerintah menyebutkan harga minyak di tingkat global masih akan fluktuatif, meski saat ini sudah mulai ada penurunan.

"Sekarang, kita melihat harga minyak sedikit menurun, tetapi kita tidak yakin kapan ini akan naik atau apakah akan turun dan terus turun lagi," kata Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dalam acara Bloomberg Recovery and Resilience, di Jakarta, Senin (12/9).

Menurut Sri Mulyani, keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan rata-rata sebesar 30 persen merupakan langkah yang cukup tepat mengingat harga minyak dunia mengalami kenaikan mencapai 100 dollar AS per barel. Dia mengatakan kenaikan harga BBM ini akan mampu mengamankan anggaran yang sudah terlalu tertekan jika harus ditambah untuk memberi subsidi.

"Saya pikir langkah-langkah yang telah kita ambil untuk menyesuaikan harga minyak pekan lalu akan cukup untuk setidaknya mengamankan anggaran," kata Sri Mulyani.

Meski demikian, lanjutnya, pemerintah akhirnya memberi tambahan bantuan sosial dalam rangka menjaga daya beli masyarakat di tengah potensi peningkatan berbagai harga komoditas akibat kenaikan harga BBM.

Langkah itu sejalan dengan fokus kebijakan pemerintah yaitu menjaga momentum pemulihan melalui terjaganya daya beli masyarakat, namun anggaran tetap aman, kredibel dan berkelanjutan dalam jangka menengah panjang.

Dalam hal ini, kata dia, pemerintah telah menjalankan tiga tujuan sekaligus, yaitu melindungi rakyat karena masih memberi subsidi, mempertahankan pemulihan ekonomi yang diharapkan berlanjut pada kuartal III sekaligus menghemat dan menciptakan keberlanjutan serta kredibilitas anggaran.

Peningkatan Produksi

Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih, mendorong peningkatan produksi minyak untuk mencapai ketahanan energi dan menjadikan Indonesia negara kaya energi.

"Selama ini, orang berbicara kalau hal tersebut merupakan masalah hilir, sementara masalah hulunya kita tidak pernah perhatikan, tapi yang sebenarnya hulunya itu adalah karena produksi minyak kita terus menurun," kata Demer, sapaan akrab Gde Sumarjaya, dalam keterangannya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Demer mengomentari target lifting atau produksi minyak yang menurun. Padahal, menjaga produksi minyak begitu penting di tengah ancaman krisis energi yang sedang melanda dunia. Menurutnya, upaya meningkatkan produksi minyak perlu dilakukan agar Indonesia dapat mengolahnya menjadi bahan bakar yang bisa dipakai untuk masyarakat luas dan mencapai ketahanan energi.

"Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa efisien dan efektif meningkatkan produksi minyak di dalam negeri sehingga akhirnya kita bisa berdaya dalam memproduksi BBM untuk masyarakat. Masyarakat dapat menikmati BBM yang tak terlalu mahal dan berdampak baik pada kesejahteraan kita," katanya menegaskan.

Pada kesempatan sama, Demer juga mengingatkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bahwa ada persoalan lain yang juga penting selain pembangunan infrastruktur, yakni masalah ketahanan pangan dan energi yang perlu mendapat perhatian penuh.

"Itu yang saya usulkan. Mudah-mudahan nanti Menteri Keuangan bisa menyepakati bahwa ada persoalan lain daripada infrastruktur, yaitu persoalan, ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi serta energi," ujar Demer.

Menurut dia, minyak dan gas bumi telah lama memainkan peran strategis dalam pembangunan dan pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Baca Juga: