Pembentukan kelembagaan yang mengelola urusan pangan di Indonesia menjadi sangat mendesak, yang mempunyai otoritas dalam menyusun.

JAKARTA - Pemerintah diminta menyelesaikan masalah merosotnya harga gabah dibanding mengimpor beras. Di sejumlah daerah, harga gabah anjlok yang membuat kesejahteraan petani terancam. Keputusan impor hanya menambah parahnya derita petani.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menuturkan, di Tuban, Jawa Timur, misalnya, harga gabah mencapai 3.700 rupiah per kilogram (kg). Harga tersebut jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah yakni 4.200 rupiah per kg. Begitu juga di beberapa wilayah lainnya, seperti Banyuasin, Aceh, dan Nganjuk, harga di tingkat petani berada di bawah HPP.

"Pemerintah seharusnya berfokus mengatasi hal ini dahulu ketimbang buru-buru merencanakan impor. Impor mengabaikan terhadap situasi pertanian dalam negeri dan akan semakin menekan petani. Saat ini berbagai wilayah di Indonesia akan memasuki masa panen raya," tegas Henry pada Koran Jakarta, Kamis (11/3).

Henry menyatakan rencana impor beras ini masih menunjukkan belum selesainya masalah sinkronisasi, koordinasi, dan berkaitan kelembagaan pengelolaan pangan di Indonesia.

Karena itu, pembentukan kelembagaan yang mengelola urusan pangan di Indonesia menjadi sangat mendesak, yang mempunyai otoritas dalam menyusun dan pengambilan kebijakan pangan di Indonesia.

"Situasi ini kerap kali berulang. Pada satu sisi, Kementan (Kementerian Pertanian) mengeklaim untuk beras kita surplus sampai Mei 2021. Sementara di satu sisi lainnya, melalui Kementerian Perdagangan justru sudah mengambil ancang-ancang untuk impor pangan. Akhirnya, tetap saja petani yang dirugikan dari hal ini," paparnya.

Henry mengemukakan jika mengacu pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), situasi komoditas pangan di Indonesia diprediksi mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam Berita Resmi Statistik yang dirilis pada 1 Maret lalu, BPS menyebutkan potensi produksi padi Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 25,37 juta ton Gabah Kering Giling. Artinya, potensi produksi beras sepanjang Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton beras. Ini naik sebesar 3,08 juta ton dibandingkan 2020.

"Jika mengacu pada data tersebut ditambah lagi dengan situasi yang berkembang saat ini, rencana impor beras harus dikaji lebih jauh. Sekali lagi, rencana ini akan berdampak kepada petani dalam negeri kita. Jangan lupa, sektor pertanian masih menjadi andalan dan mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19 ini," tegasnya lagi.

Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan akan melakukan impor beras sebanyak satu sampai 1,5 juta ton, yang dilakukan melalui penugasan kepada Perum Bulog untuk memenuhi kebutuhan pada 2021.

Hal ini disampaikan oleh Airlangga Hertanto, Menteri Koordinator Perekonomian, pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021 (4/3). Tidak hanya itu, pemerintah juga mengkaji kemungkinan impor komoditas lainnya selain beras, seperti daging dan gula.

Suryono Wiyono, Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara (GPN), menuturkan wilayah yang saat ini mulai panen, seperti Merauke, Ngawi, Bojonegoro, dan beberapa daerah lainnya menunjukkan hal ini. Harga gabah ada di kisaran 3.800-4.000 per kg, harga ini jauh di bawah HPP.

Suryono mempertanyakan rencana impor tersebut. Menurut dia, alasan impor beras untuk memperkuat cadangan beras nasional sulit diterima. Dalam 2-3 pekan ke depan akan terjadi panen raya. Saat itu, stok beras nasional berada pada puncaknya.

Kalah Bersaing

Suryono menerangkan, selama ini Bulog selalu kalah berasing untuk menyerap beras karena ketidakmampuan bersaing dalam hal harga pembelian dibandingkan para tengkulak.

Dia menekankan impor beras tidak bisa dibenarkan. Hingga kini tidak ditemukan atau diberitakan kondisi terjadinya gangguan produksi seperti serangan hama penyakit atau bencana kebanjiran dan lainnya.

Baca Juga: