MEDAN - Harga komoditas cabai merah di Sumatera Utara tidak terkendali sehingga memicu inflasi di daerah tersebut pada Juni 2019 menjadi 1,63 persen, sehingga secara tahunan (yoy) tercatat 5,87 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibanding inflasi secara nasional.

Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia (BI) wilayah Sumatera Utara Wiwiek Sisto Widayat dalam pelatihan wartawan di Medan, Jumat (19/7), mengatakan penyebab lonjakan harga cabai karena kegagalan panen akibat terserang hama, sehingga untuk memenuhi kebituhan harus didatangkan dari daerah lain.

"Harga cabai melonjak di kisaran 85 ribu hingga 90 ribu rupiah per kilogram karena produksi kurang," kata Wiwiek.

Dalam rangka merespons kondisi tersebut dan menjaga kestabilan harga, Tim Pengendalian Inflasi Derah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/ Kota melaksanakan berbagai program dan selalu berkomunikasi untuk merumuskan program yang efektif untuk meredam volatilitas harga komoditas strategis.

Kapasitas perekonomian Sumatera Utara, kata Wiwiek, berada pada posisi keenam di Indonesia dan tertinggi di wilayah Sumatera. Pertumbuhan Sumatera Utara selalu tumbuh di atas nasional. Pada triwulan I-2019, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tumbuh cukup kuat mencapai 5,30 persen (yoy), lebih tinggi dari nasional (5,07 persen, (yoy).

Realisasi tersebut ditopang oleh perbaikan kinerja sektor konstruksi. Sektor konstruksi terakselerasi didorong oleh berlanjutnya pembangunan proyek - proyek infrastruktur pemerintah yang bersifat multiyears.

Dari sisi permintaan, dia menyatakan bahwa perekonomian masih ditopang oleh permintaan domestik, didorong oleh Konsumsi Pemerintah sejalan dengan realisasi bantuan sosial dan belanja barang. "Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi juga masih cukup baik," katanya.

Secara historis, realisasi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara triwulan I merupakan yang tertinggi sejak tahun 2014. Ditengah dinamika perekonomian global yang masih diliputi oleh ketidakpastian tinggi, tentu realisasi itu menjadi catatan baik bagi Sumatera Utara.

Keuangan Stabil

Dari perbankan, stabilitas sistem keuangan Sumatera Utara relatif terjaga. Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan II sebesar 2,83 persen (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, didorong oleh rendahnya kredit investasi yang hanya tumbuh 1,0 persen (yoy).

Perlambatan juga terjadi pada penghimpunan DPK yang tercatat 2,12 persen (yoy), didorong oleh melambatnya tabungan dan deposito. "Perlambatan kredit dan DPK yang terjadi berasal dari sektor korporasi. Korporasi mencatat kontraksi kredit dan DPK korporasi yang masing-masing tumbuh -0,7 persen (yoy) dan -14,5 persen (yoy)," katanya.

Secara keseluruhan kata Wiwiek, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara juga menunjukkan kualitas yang semakin baik dalam tiga tahun terakhir karena pembangunan yang terus dilaksanakan di berbagai daerah diperkirakan berdampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

Tingkat kemiskinan turun dari 9,85 persen pada 2015 menjadi 8,94 persen pada 2018, sementara pengangguran terbuka juga turun dari 6,7 persen menjadi 5,56 persen. bud/E-10

Baca Juga: