Dalam sistem yang terbuka, sulit menghilangkan sama sekali praktek kampanye hitam dalam sebuah kontestasi politik, tapi politik harus dibarengi dengan etika dan kesantunan.

Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengapreasi keberhasilan polisi menggulung sindikat pembuat dan penyebar ujaran kebencian bernuansa SARA. Tjahjo juga berharap, aktor intelektual dibalik grup Saracen bisa diungkap. Ia juga mengharapkan, pesta demokrasi seperti Pilkada dan Pemilu nasional, tak dikotori oleh kampanye hitam berbau SARA.

"Ini harus diberantas. Terkait Pilkada, Pileg, Pilpres saya kira juga harus jadi momentum baik untuk KPU dan Bawaslu baik dalam kontrol DPR, pengawasan DPR ya, siapa pun pasangan calon yang mengumbar kebencian, ujaran kebencian, dan fitnah harus ditindak tegas," kata Tjahjo, di Jakarta, Minggu (27/8).

Menurut Tjahjo, sebuah kontestasi yang dikedepankan harusnya adalah adu program, konsep dan gagasan. Bukan jadi ajang mengumbar kebencian. Apalagi itu yang berbau SARA yang rentan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. "Pemerintah mendorong untuk mengusut tuntas apa di belakang kelompok ini.

Apa hanya urusan bisnis semata, termasuk siapa yang memesan berita yang mengujar kebencian berkaitan dengan SARA , fitnah, dan sebagainya," ujarnya. Tapi Tjahjo mengakui, sulit juga menghilangkan sama sekali praktek kampanye hitam dalam sebuah kontestasi politik. Sebab dalam politik, selalu saja ada yang menghalalkan segala cara. Termasuk menyebar fitnah dan kebencian. Namun Tjahjo yakin dengan tindakan tegas dari aparat penegak hukum, praktek kotor itu akan terminimalisir.

"Intinya kalau dari kami harus ada ketegasan dari kepolisian dan perangkat-perangkat pemilu. Saya kira semua parpol, punya sikap yang sama," katanya. Tinggal sekarang, kata Tjahjo, tugas dari penyelenggara Pemilu baik itu KPU dan Bawaslu untuk menyusun regulasi teknis yang bisa mempersempit celah berkembangnya praktek kotor tersebut.

Bahkan menurut Tjahjo, jika ada tim sukses dari pasangan calon entah itu yang bertarung di Pilkada atau Pilpres, terbukti melakukan kampanye hitam berbau SARA , sebaiknya di diskualifikasi. Ini untuk menciptakan efek jera. "Kalau ada tim sukses pasangan calon dalam kampanye Pilkada atau Pilpres yangmenyebar berita bohong pada intinya saya kira harus di disikualifikasi," kata dia. Karena kalau itu dibiarkan, lanjut Tjahjo, akan merusak mekanisme dekomrkasi di Indonesia.

Sebab syarat sebuah kontestasi politik itu dikatakan sukses, jika partisipasi politik meningkat, tak ada politik uang, dan tidak ada kampanye yang menyesatkan. Misalnya kampanye yang menghujat dan memfitnah. Tjahjo juga sempat mengomentari tentang hajatan Pilkada yang akan digelar pada 2018. "Tugas Kemendagri mengawas 171 daerah itu menyiapkan anggaran semua bisa cukup.

Partai maupun pasangan calon mempersiapkan calon yang amanah. KPU dan Panwas harus tegas dalam pengawasan. Saya rasa kepolisian dengan BIN akan mengawal ini," ujarnya.

Dialog Politik

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar dalam keterangan tertulisnya menginformasikan bahwa pihaknya baru saja menggelar acara dialog politik dengan tema, "Memperkuat Peran Masyarakat Dalam Mendukung Agenda Demokrasi Pemilu Serentak Tahun 2019" yang digelar di Solo.

Menurut Bachtiar, jumlah Pilkada Serentak dalam rentang periode 2015 sampai 2020, berjumlah 269 pemilihan. Untuk periode tahun 2017 sampai 2022, tercatat ada 101 daerah yang menggelar hajatan pemilihan. Lalu dari tahun 2018 sampai 2023, bakal ada 101 kepala daerah baru hasil pemilihan serentak. ags/AR-3

Baca Juga: